Arrgh, This is So Jet Lag!
24 jam.
Dua puluh empat jam pula bumi berotasi. Dan, dua puluh
empat jam juga, aku bernapas tanpa henti setiap hari. Selalu.
7 hari.
Tujuh hari selama seminggu, namun hanya dua kali dua
puluh empat jam, kemungkinan aku menghitung detik demi detik yang begitu
berharga. Berharga. Berharga karena waktu tak pernah mengenal masa yang telah
lalu.
1 bulan.
Satu bulan itu, jika aku hitung dan dirata-rata,
setidaknya tiga puluh hari selama sebulan. Paling hanya tujuh hari kali dua puluh
empat jam, kemungkinan aku melawan waktu yang tak pernah menungguku.
Selalu meninggalkanku.
Oh
My God! Sudah hampir empat bulan! Apa!
Apa
sih yang kamu baca? Ini lho aku lagi baca bukunya
Pramoedya Ananta Toer yang tetralogi buru. Bahkan prolognya aja….sungguh
memesona….dan membuatku terkesima.
“Penjara tak membuatnya berhenti sejengkalpun menulis.
Baginya menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen, terhadap
semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar. Dari
tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke
dalam lebih dari 42 bahasa asing.” Ada disetiap prolog buku tetraloginya. Mungkin.(Bumi
Manusia dan Anak Semua Bangsa) Baru dua
yang kubaca.
Wooow, so woow, karyanya DITERJEMAHKAN. 42 Bahasa
Asing. Keeeereeeen!
Tak hanya itu, setiap jengkal diksi (every single
word) yang dipilihnya. Gak main-main. Gak tanggung-tanggung. Menyentuh,
menghipnotis, menculik, menyayat, menyandra hingga membunuh waktu bagi yang
membacanya. Tapi juga penuh pesan moral dan kebijaksanaan yang patut dicontoh
dan ditiru. Amanat.
“Dengan rendah hati aku mengakui: aku adalah bayi
semua bangsa dari segala jaman, yang telah lewat dan yang sekarang. Tempat dan
waktu kelahiran, orang tua, memang hanya satu kebetulan, sama sekali bukan
sesuatu yang keramat.” (Anak Semua Bangsa – Pram)
Aku sukaaaaaaaaa sekaliii.
Tok. Tok. Tok. Jam dinding bertotok. Aneh. Ya ampun,
jam 4 sore. Oh besok mesti bimbingan proposal
lagi, udah sampai mana si garapannya akuu!
Hmmmmmm,,,,,,, Cenut…cenut…cenut…Headache.
Hoaaaaam…..
Buka, dibuka, dibalik, dibolak kertas HVS kakak
beradik A4 dan F4. Uh…..
Masukin referensi. Gak boleh sembarangan nulis. Harus
ada teorinya. Ingat! Cantumkan referensinya kalo gak mau didenda!
Metode kolaboratif menekankan
proses, bukan produk (hasil akhir), artinya nilai akhir menulis kolaboratif
didapat bukan dari apa yang dihasilkan, melainkan bagaimana mereka menghasilkannya.
Teknik pengajaran menulis kolaboratif melibatkan sejawat untuk saling
mengoreksi (Alwasilah dan Senny 2005:21dalam Wijayanti 2012:206).
Saya masih belum 100% mudeng tentang
kutipan, Pak. Yaaah
Tertunduk. Termenung. Terhening.
Lelah. Capek. Lesu. Letih. Lunglai.
Coba deh baca buku ini, aapiiik
bangeet temenan.
seperti sehelai daun…daun yang jatuh
tak pernah membenci angin…
“Bahwa hidup harus menerima….penerimaan
yang indah. Bahwa hidup harus mengerti….pengertian yang benar. Bahwa hidup
harus memahami….pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan,
pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang
sedih dan menyakitkan.” (Daun yang jatuh
tak pernah membenci angin-Tere Liye)
Aku tersenyum. Aku sukaaa lagiii. (Gak
ada yang nanya siih).
Lagiii…lagiii dan lagiii…
Baiklah….
“Sudah terlalu banyak kata di dunia
ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Kata-kata tidak ada
gunanya, dan selalu sia-sia.” Halaman 6.
“Sebuah dunia yang sudah kelebihan
kata-kata tanpa makna, kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata
bisa diganti artinya, setiap arti bisa diubah maknanya.” Masih halaman 6.
“Barangkali senja ini bagus untukmu.
Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi lantas
kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa
memberikannya padamu.” Halaman 8. “kulihat cakrawala itu berlubang sebesar
kartu pos.” Masih halaman 8.
Halaman 16. Sebuah catatan kaki.
Subagio Sastrawardojo, Manusia
Pertama di Angkasa Luar (1961): ….Biarlah aku satu kata puisi/daripada seribu
rumusmu yang penuh janji/yang menyebabkan aku terlontar kini jauh dari
bumi/yang kukasih. Angkasa ini bisu. Angkasa ini sepi/Tetapi aku telah sampai
pada tepi/Darimana aku tak mungkin lagi kembali.
(A Slice of Sunset for My Sweetheart
– Seno Gumira Ajidarma)
Ini sastra. Ini sastra. This is
me. Me in my world.(Hope).
Awesome.
Spring and Autumn at the same time
in my heart.
Terrific. Marvelous.
Okay, lanjutkan proposalmu. Heyyyy….lanjutkan!
Hmmmmmm…. Take a deep deep deep
breath.
Berkaitan dengan uraian di atas,
menulis sering dianggap suatu ketrampilan bahasa yang paling sulit dan kompleks
karena mensyaratkan adanya keluasan wawasan dan melibatkan proses berpikir yang
ekstensif (Hapsari, 2011:123). Menulis dianggap lebih sulit dikuasai pembelajar
dan sulit diajarkan oleh pengajar (Alwasilah 2000a dalam Wijayanti, 2012:205).
Dengan demikian, ketrampilan menulis perlu diajarkan sejak dini untuk melatih
dan memunculkan kebiasaan menulis termasuk dalam pembelajaran bahasa Inggris
tingkat SMP dengan menerapkan metode yang efektif yaitu kolaborasi.
Hoaaammm…..haaaah selesai juga
akhirnya.
Fiksi, non fiksi, fiksi, non fiksi,
fiksi, non fiksi….Jet Lag!
Logika, feeling, logika,
Bukankah berkutat dengan tulisan pun
bisa jadi perjalanan. Membaca, menulis….
Arrgh,
This is So Jet Lag!
Keep on writing! #One
Day One Writing
No comments: