A Story of a Leaf and a Paper
Mistery dan Magicnya Sang Waktu
Dia telah mengantarku hingga detik ini
bahkan tak terhingga detik lagi, sungguh sesampainya aku nanti mungkin semuanya
telah berubah bahkan ada yang menghilang. Sadar maupun tidak aku merasa
tersesat dalam perjalanan misteri waktu yang membuatku seperti melihat dedaunan
hijau dan pohon pohon yang lebat menembus gua tempatku berada. Mungkin tak
terlihat, tapi ternyata bisa dihitung. Mungkin tak bisa dirasakan, tapi aku
bisa tersenyum, menangis, tertawa lepas, diam dalam keheningan, marah yang tak
jelas atau mungkin kecewa yang tak berbekas. Kupikir aku tak sanggup menyadari
sejauh ini, ternyata waktulah yang menyampaikan segalanya. Waktu adalah
ketidakpastian, tapi waktu juga takaran bagi kita yang masih bernafas.
Inilah kata hatiku,,,
Aku sungguh menangis tapi tangisanku adalah
jiwaku
Terkadang tempat ini bisa menjadi istana
tapi semudah membalikkan tangan, tempat inipun bisa menjadi penjara bagiku.
Begitu banyak dilemma dan juga persimpangan yang saling tumpang tindih dan
membuatku tak bisa bergerak melangkah, terpaku tanpa arah, hanya bisa
mengeluhkan apa yang ada bahkan menyalahkan yang lainnya. Entah apa yang
membuat mereka tetap berteguh hati dan selalu bersemangat bahkan masih sanggup
tersenyum. Wajahnya merekah karena senyum dengan sepenuh hati dan mereka
sungguh hebat. Dan ternyata kusadari aku hanya benalu, tapi aku adalah alasan
mereka. Senyum mereka adalah aku, dan juga kami. Ketika aku baru tersenyum,
mereka sudah lebih dulu tertawa, aku mulai mengusap air mata, mereka sudah
tersenyum menyambutku, aku berjalan, mereka berlari untuk dapatkan tempat nyaman untukku, dan
ketika aku terjatuh, tangan mereka sudah siap sedia menahan hal itu terjadi.
Selalu ada mereka dalam hidupku, dan hidupku adalah karena mereka.
Diam dengan sejuta pilihan ada didepan. Tak
luput juga ada banyak jarum yang terlihat disana, bagaimana bisa tanpa
kehendak-Mu. Jauh didalam sana tak pernah aku tahu siapa aku.
Diam, kenapa harus kau?
Aku tau diluar sana matahari membuat orang
berkeringat tapi membuatku tak ingin menemuinya. Kembali ke waktu itu, pilihan
terasa seperti beban apalagi atmosphere gua, tempatku berada, membuatku tak
bisa bernafas. Begitu yang bisa kuungkapkan meski tak terjawab dan tak benar
terungkap. Tapi aku sungguh mensyukuri hidupku.
Kenapa harus diam, apa susahnya bergerak?
Tersadar membuatku mengerti dan kembali tak
sadar, tapi kali ini aku sadar diriku sudah tersesat sejauh ini dan
beruntungnya aku, kutemukan dedaunan hijau yang kini menemaniku. Sebuah daun
yang tersesat, sungguh bahagia bertemu dengan kawanan daun yang lainnya. Kami
bermain bersama, saling mengenal kehidupan baru, bunga – bunga mulai mekar
diantara kami dan di atas pohon kami pun bersahabat dengan kawanan burung. Tapi
kemudian angin menerpa dan dia mulai membuatku menari – nari kecil, lalu
membuatku sedikit tergoncang kemudian tak segan untuk menamparku hingga
akhirnya angin membuatku jatuh melayang – layang dan kini kusadari aku berada
diatas permukaan tanah.
Tersesat dalan kesesatan yang nyata.
Tak ingin sadar lebih cepat, terkadang
sadar justru membuatku tak bisa menikmati apa yang sedang aku alami. Aku pikir
aku akan menemukan kehidupan baru disini.Kupandangi kanan kiriku, hanya ada
bebatuan, pasir, dan selembar kertas. Kutanya satu per satu dari mereka, namun
tak ada balasan, akupun termenung dalam diam. Lelahku tak berbekas, tapi aku
yakin, pasti akan terbalas suatu nanti, pikirku dalam hati. Ketika berusaha
menutup mata, aku tak sanggup melakukanyya, aku terkejut, ada suara yang
memanggilku. Selembar kertas….dia memanggilku…..meski lelah, aku tak bisa
membiarkann mataku tertutup hanya untuk diriku sendiri, dengan senang hati, ku
buka mataku dan secepatnya menyahut panggilannya.
“Hei….
Kertas, kaukah disana?” Jawab daun.
Butuh perjuangan yang keras bagi kertas
untuk melepaskan diri dari bentuknya yang sudah dikremes kremes oleh manusia,
dan diapun menjawab dengan lirih, “ yaaa….aku disini”, sambil terus melepaskan
diri dari kremesan tersebut. “hei,,,tunggu, aku akan mengembalikan bentuk
asliku dulu, suaranya terdengar lebih cerewet dari sebelumnya.
Aku
terpana melihatnya merapikan bentuknya.Masih dalam keterkejutanku, aku menjawab
lirih,”ooh taka pa, aku tetap disini kok”. Sungguh hatiku bertanya Tanya dalam
keheranan. Dunia dalam sisi lain yang seperti apa lagi yang akan aku temui.
Kuharap aku, kuharap kami bisa saling bersahabat meskipun kami sungguh berbeda.
Doaku dalam batin,
“daun…kaukah
yang bicara denganku tadi?”, suaranya normal dank eras,kertas memecah
keheninganku.
“iya,
seperti itukah bentuk aslimu, kenapa kau bergaris dan ada begitu banyak coretan
dalam tubuhmu?”, daun. Kembali heran dalam pertanyaannya. “jadi, begini
ceritanya, selembar kertas menjawab”.
Aku
termasuk benda mati padat dan kaumku memiliki banyak variasi. Manusia menciptakanku
dalam inovasi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu. Temanku ada yang tak
bergaris juga ada yang berwarna warni dan dikreasikan dalam berbagai bentuk,
bahkan ada yang sepertimu, daun.
Lalu
kenapa aku memiliki banyak coretan?. Awalnya aku sedang berkumpul dengan
keluargaku dalam sebendel buku, tapi kemudian seorang manusia menarikku,
meletakkanku diatas meja, dan menggunakan benda kecil miliknya, entah apa, aku
tak tahu nama benda kecil itu, kemudian membiarkan benda itu menari nari dari
gerakan tangannya diatas tubuhku. Aku tak pernah tau apa maksudnya,beberapa
hari kemudian aku diambil olehnya, aku terpisah dari anggota keluargaku yang
lain. Ada tetesan air yang membasahiku, mungkin itu air mata yang jatuh dari manusia tersebut, Aku diremas remas dengan
begitu kerasnya, aku ingin sekali menjerit kesakitan, tapi rasanya percuma. Tak
ada yang bisa mendengar jeritanku. Aku dibuang olehnya ke pantai ini, dia
melemparku begitu kencang ke arah sudut sini, hingga akhirnya aku bertemu kamu
disini sekarang.
Daun.
“ rupanya kaupun tersesat disini “.
Selembar
kertas, “ iyaa kawanJ ”.
Nadanya begitu ceria.
Dalam diam sebenarnya daun sedang
memikirkan sesuatu. Tapi aku tak mau membuat selembar kertas sedih, karena
sekarang dia sedang terlihat begitu ceria, pikir daun.
Kertas
terlihat begitu ceria dan kehadiranku mungkin juga bagian dari keceriaanya.
Keberadaanku nyata, pikirku dalam hati. Aku merasakan hari ini begitu berat,
meski aku sungguh menikmati setiap apa yang aku alami, Lelahku terhenti dan
mataku mulai terlelap. Di pesisir pantai yang tak pernah ku kenal sebelumnya,
kini menjadi singgasanaku. Malam mulai dating dan aku berada di samping
selembar kertas yang begitu penuh dengan ekspresi dan dia membuatku kagum dalam
keheranan, tapi dia juga membuatku lebih nyaman meski dalam perbedaan yang
nyata. Nyiur pantai, bunyi deburan ombak mulai membiasakan diriku dalam
kelelapan. Sebentar terlelap, sebentar tersadar, kemudian termenung dalam gelap
hingga semuanya mengantarku dalam mimpi hingga pagi nanti.
Second day with a paper, J
Aku
meringkuk kesakita, tubuhku semakin lemah, warnaku sedikit berubah dan mulai
memudar sepertinya. Oh Tuhan, apa yang akan terjadi padaku, inikah? Daun
bertanya Tanya sendiri.
Aku
semakin tak memahami diriku sendiri, hidupku berawal diatas tanah, tapi akhir
dari hidupku pasi ada didalam tanah. Aku begitu berterimakasih pada udara
terutama CO2 karenanya telah membuatku begitu bahagia. Aku sanggup memprosesnya
dengan bantuan H2O menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup didunia ini,
yang tentunya kerja kerasku tak bisa aku lakukan sendiri, bersama keluarga dan
teman temanku di rumah, bernama tumbuhan atau pohon hijau. Aku tak pernah lelah
melakukannya tanpa pamrih sekalipun selagi aku bisa melakukannya. Tak pernah kupedulikan
seperti apa makna kaumku dalam dunia ini, cukup bagiku untuk selalu memberikan
apa yang mereka butuhkan dalam kehidupan ini.
Dengan
sepenuh hati daun mempersembahkan seluruh kemampuannya untuk berbagi dengan
sesama makhluk
hidup.
No comments: