A Story of a Leaf and a Paper

Sunday, October 27, 2013


Mistery dan Magicnya Sang Waktu
Dia telah mengantarku hingga detik ini bahkan tak terhingga detik lagi, sungguh sesampainya aku nanti mungkin semuanya telah berubah bahkan ada yang menghilang. Sadar maupun tidak aku merasa tersesat dalam perjalanan misteri waktu yang membuatku seperti melihat dedaunan hijau dan pohon pohon yang lebat menembus gua tempatku berada. Mungkin tak terlihat, tapi ternyata bisa dihitung. Mungkin tak bisa dirasakan, tapi aku bisa tersenyum, menangis, tertawa lepas, diam dalam keheningan, marah yang tak jelas atau mungkin kecewa yang tak berbekas. Kupikir aku tak sanggup menyadari sejauh ini, ternyata waktulah yang menyampaikan segalanya. Waktu adalah ketidakpastian, tapi waktu juga takaran bagi kita yang masih bernafas.
Inilah kata hatiku,,,
Aku sungguh menangis tapi tangisanku adalah jiwaku
Terkadang tempat ini bisa menjadi istana tapi semudah membalikkan tangan, tempat inipun bisa menjadi penjara bagiku. Begitu banyak dilemma dan juga persimpangan yang saling tumpang tindih dan membuatku tak bisa bergerak melangkah, terpaku tanpa arah, hanya bisa mengeluhkan apa yang ada bahkan menyalahkan yang lainnya. Entah apa yang membuat mereka tetap berteguh hati dan selalu bersemangat bahkan masih sanggup tersenyum. Wajahnya merekah karena senyum dengan sepenuh hati dan mereka sungguh hebat. Dan ternyata kusadari aku hanya benalu, tapi aku adalah alasan mereka. Senyum mereka adalah aku, dan juga kami. Ketika aku baru tersenyum, mereka sudah lebih dulu tertawa, aku mulai mengusap air mata, mereka sudah tersenyum menyambutku, aku berjalan, mereka berlari  untuk dapatkan tempat nyaman untukku, dan ketika aku terjatuh, tangan mereka sudah siap sedia menahan hal itu terjadi. Selalu ada mereka dalam hidupku, dan hidupku adalah karena mereka.
Diam dengan sejuta pilihan ada didepan. Tak luput juga ada banyak jarum yang terlihat disana, bagaimana bisa tanpa kehendak-Mu. Jauh didalam sana tak pernah aku tahu siapa aku.
Diam, kenapa harus kau?
Aku tau diluar sana matahari membuat orang berkeringat tapi membuatku tak ingin menemuinya. Kembali ke waktu itu, pilihan terasa seperti beban apalagi atmosphere gua, tempatku berada, membuatku tak bisa bernafas. Begitu yang bisa kuungkapkan meski tak terjawab dan tak benar terungkap. Tapi aku sungguh mensyukuri hidupku.
Kenapa harus diam, apa susahnya bergerak?
Tersadar membuatku mengerti dan kembali tak sadar, tapi kali ini aku sadar diriku sudah tersesat sejauh ini dan beruntungnya aku, kutemukan dedaunan hijau yang kini menemaniku. Sebuah daun yang tersesat, sungguh bahagia bertemu dengan kawanan daun yang lainnya. Kami bermain bersama, saling mengenal kehidupan baru, bunga – bunga mulai mekar diantara kami dan di atas pohon kami pun bersahabat dengan kawanan burung. Tapi kemudian angin menerpa dan dia mulai membuatku menari – nari kecil, lalu membuatku sedikit tergoncang kemudian tak segan untuk menamparku hingga akhirnya angin membuatku jatuh melayang – layang dan kini kusadari aku berada diatas permukaan tanah.
Tersesat dalan kesesatan yang nyata.
Tak ingin sadar lebih cepat, terkadang sadar justru membuatku tak bisa menikmati apa yang sedang aku alami. Aku pikir aku akan menemukan kehidupan baru disini.Kupandangi kanan kiriku, hanya ada bebatuan, pasir, dan selembar kertas. Kutanya satu per satu dari mereka, namun tak ada balasan, akupun termenung dalam diam. Lelahku tak berbekas, tapi aku yakin, pasti akan terbalas suatu nanti, pikirku dalam hati. Ketika berusaha menutup mata, aku tak sanggup melakukanyya, aku terkejut, ada suara yang memanggilku. Selembar kertas….dia memanggilku…..meski lelah, aku tak bisa membiarkann mataku tertutup hanya untuk diriku sendiri, dengan senang hati, ku buka mataku dan secepatnya menyahut panggilannya.
       “Hei…. Kertas, kaukah disana?” Jawab daun.
Butuh perjuangan yang keras bagi kertas untuk melepaskan diri dari bentuknya yang sudah dikremes kremes oleh manusia, dan diapun menjawab dengan lirih, “ yaaa….aku disini”, sambil terus melepaskan diri dari kremesan tersebut. “hei,,,tunggu, aku akan mengembalikan bentuk asliku dulu, suaranya terdengar lebih cerewet dari sebelumnya.
       Aku terpana melihatnya merapikan bentuknya.Masih dalam keterkejutanku, aku menjawab lirih,”ooh taka pa, aku tetap disini kok”. Sungguh hatiku bertanya Tanya dalam keheranan. Dunia dalam sisi lain yang seperti apa lagi yang akan aku temui. Kuharap aku, kuharap kami bisa saling bersahabat meskipun kami sungguh berbeda. Doaku dalam batin,
       “daun…kaukah yang bicara denganku tadi?”, suaranya normal dank eras,kertas memecah keheninganku.
       “iya, seperti itukah bentuk aslimu, kenapa kau bergaris dan ada begitu banyak coretan dalam tubuhmu?”, daun. Kembali heran dalam pertanyaannya. “jadi, begini ceritanya, selembar kertas menjawab”.
       Aku termasuk benda mati padat dan kaumku memiliki banyak variasi. Manusia menciptakanku dalam inovasi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu. Temanku ada yang tak bergaris juga ada yang berwarna warni dan dikreasikan dalam berbagai bentuk, bahkan ada yang sepertimu, daun.
       Lalu kenapa aku memiliki banyak coretan?. Awalnya aku sedang berkumpul dengan keluargaku dalam sebendel buku, tapi kemudian seorang manusia menarikku, meletakkanku diatas meja, dan menggunakan benda kecil miliknya, entah apa, aku tak tahu nama benda kecil itu, kemudian membiarkan benda itu menari nari dari gerakan tangannya diatas tubuhku. Aku tak pernah tau apa maksudnya,beberapa hari kemudian aku diambil olehnya, aku terpisah dari anggota keluargaku yang lain. Ada tetesan air yang membasahiku, mungkin itu air mata yang jatuh dari  manusia tersebut, Aku diremas remas dengan begitu kerasnya, aku ingin sekali menjerit kesakitan, tapi rasanya percuma. Tak ada yang bisa mendengar jeritanku. Aku dibuang olehnya ke pantai ini, dia melemparku begitu kencang ke arah sudut sini, hingga akhirnya aku bertemu kamu disini sekarang.
       Daun. “ rupanya kaupun tersesat disini “.
       Selembar kertas, “ iyaa kawanJ ”. Nadanya begitu ceria.
Dalam diam sebenarnya daun sedang memikirkan sesuatu. Tapi aku tak mau membuat selembar kertas sedih, karena sekarang dia sedang terlihat begitu ceria, pikir daun.
       Kertas terlihat begitu ceria dan kehadiranku mungkin juga bagian dari keceriaanya. Keberadaanku nyata, pikirku dalam hati. Aku merasakan hari ini begitu berat, meski aku sungguh menikmati setiap apa yang aku alami, Lelahku terhenti dan mataku mulai terlelap. Di pesisir pantai yang tak pernah ku kenal sebelumnya, kini menjadi singgasanaku. Malam mulai dating dan aku berada di samping selembar kertas yang begitu penuh dengan ekspresi dan dia membuatku kagum dalam keheranan, tapi dia juga membuatku lebih nyaman meski dalam perbedaan yang nyata. Nyiur pantai, bunyi deburan ombak mulai membiasakan diriku dalam kelelapan. Sebentar terlelap, sebentar tersadar, kemudian termenung dalam gelap hingga semuanya mengantarku dalam mimpi hingga pagi nanti.
Second day with a paper, J
       Aku meringkuk kesakita, tubuhku semakin lemah, warnaku sedikit berubah dan mulai memudar sepertinya. Oh Tuhan, apa yang akan terjadi padaku, inikah? Daun bertanya Tanya sendiri.
       Aku semakin tak memahami diriku sendiri, hidupku berawal diatas tanah, tapi akhir dari hidupku pasi ada didalam tanah. Aku begitu berterimakasih pada udara terutama CO2 karenanya telah membuatku begitu bahagia. Aku sanggup memprosesnya dengan bantuan H2O menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup didunia ini, yang tentunya kerja kerasku tak bisa aku lakukan sendiri, bersama keluarga dan teman temanku di rumah, bernama tumbuhan atau pohon hijau. Aku tak pernah lelah melakukannya tanpa pamrih sekalipun selagi aku bisa melakukannya. Tak pernah kupedulikan seperti apa makna kaumku dalam dunia ini, cukup bagiku untuk selalu memberikan apa yang mereka butuhkan dalam kehidupan ini.
       Dengan sepenuh hati daun mempersembahkan seluruh kemampuannya untuk berbagi dengan sesama makhluk hidup.
        


No comments:

Powered by Blogger.