Rabuku yang lugu

Wednesday, April 23, 2014


Hari ini hari Rabuku yang lugu, yang kelabu, berdebu dan menyisakan abu. Aku berabu-abu dalam bajuku yang kelabu, aku berabu-abu dalam raut wajahku yang sendu, aku pun berabu-abu di atas lukaku yang penuh debu.
Karena hari Rabu, karena abu-abu, karena kelabu, dan karena debu aku menghampirimu. Sungguh tak ada niatan apapun. Hanya ingin melihatmu jauh lebih dekat, selain karena kau adalah sisi kanan yang jarang terjamah oleh ribuan penghuni yang memilih dan mungkin mengaku berbudaya dan mencintai bahasa. Ternyata putih, catmu. Lebar dan tak sesempit yang kukira. Sejak hari itu, sejarah telah mencatatmu dengan nama pintu siluet. Pintu Siluet.

Tengah hari yang terik, aku berusaha menemanimu bersama seorang kawan baikku. Aku menatapmu dibalik kursi kayu ini. Lebih dari 1m jarak pandangku tak lelah menatapmu. Tak banyak orang berlalu lalang, karena itulah kau begitu terdiam, terpaku, termenung dan mungkin terpana oleh kehadiranku. Mungkin.
Beberapa melewatimu, tapi aku sungguh tak mengenalmu. Dimana pintu siluet yang aku kenal? Aku bahkan sudah mendekatinya, jauh lebih dekat dan tak kurang dari 1m. Ada apa ini? Aku tak bisa melihat pintu siluet dari dekat. Kuputuskan menjauh. Hari Rabuku yang lugu, yang kelabu, berdebu dan menyisakan abu. Karena hari Rabu, karena abu-abu, karena kelabu, dan karena debu aku menghampirimu. Tapi tak kutemukan dirimu, pintu siluet. Mungkin kau pun sama sepertiku, berdebu, penuh abu-abu, kelabu, dan seperti abu.
Keep on writing #One Day One Writing

No comments:

Powered by Blogger.