Do I Know You

Monday, January 06, 2014

Do I Know You

Tahun ini adalah tahun pertama kuliah bagi Redinda Sifani Ashila atau yang sering disapa Ochil. Kali ini Ochil mengambil jurusan psikologi di sebuah Universitas Negeri di dekat rumahnya, dan tak disangka ternyata Ochil menemukan sesuatu yang telah hilang darinya beberapa tahun yang lalu. Suatu hari di kampusnya, dia menuju ke arah sebuah bangunan di tengah kampus yang biasa di sapa dengan Bapendik.

Dek, gabung UKM yuuk, anak sastra kan?” tanya seorang mahasiswi angkatan atas yang tiba-tiba saja muncul dan berdiri di belakangku.

“Bukan kak, saya mahasiswi Psikology kak” jawabku polos.

Oh, hehe yaudah maaf yaa dek, hehehe.”

Iya kak hehe” masih sambil berdiri melihat papan pengumuman di depan bapendik.

Sebenarnya aku ingin sekali tertawa melihat tingkah kakak angkatan tadi, sudah jelas aku sedang berdiri di depan Bapendik Psikology, masih saja dianggap mahasiswi sastra, cukup mengherankan bagiku.

Awan mendung mulai bergemuruh menyaksikan langkah kecilku dari Bapendik menuju gedung A, dan melewati hall kampus, kutemukan temanku yang baru datang.

“Hai, Ooochiiil” sapa Dirana.

Hai Diraaanaa, baru dateng yaak, aku barusan dari bapendik ran, dan ternyata jadwal kita hari ini banyak yang bentrok deh, dah tau belum?.”

Hah yang beneer Chil?, aku gak sempet ngecheck jadwal lho, aku cuma tau jadwal yang pernah di jarkom sama anak-anak by sms aja, terus sekarang kita mau gimana?.”

“Hmm….yang jarkoman dari anak-anak itu sama aja yang di copy center kayaknya deh, dan itu jadwal ternyata belum fix, yang udah fix itu yang baru dipasang di bapendik deh ran, kita ke sana yuuk, coba kita tanya ke Ibu Adel yang ngurus jadwal di bapendik.”

Yaudah yuuk.”

Aku memutar langkah lagi, balik menuju Bapendik bersama Dirana dan ditemani rintikan hujan yang sudah turun dari negeri khayangan di atas sana. Dari gedung A menuju bapendik kira-kira sekitar 3 menit, dan suasana gerimis pagi ini membuat langkah kami terasa lebih melambat saja. Tak sadar aku ingin sekali menikmati putus-putus air yang mewarnai ruang tak beratap itu, aku rindu sekali menyaksikan rain show, istilah yang kubuat sendiri. Sepanjang perjalanan kurang dari lima menit itu, kami tak berbincang apapun, dan aku terlalu tersipu dengan gerimis itu sehingga membuat Dirana tak ingin menggangguku hanya dengan melontarkan pertanyaan atau sedikit perbincangan basa-basi.

Aha, mana Chil, pengumumannya? di sebelah mana perubahan jadwal di tempel chil?.”

Ini lho Ran, segede gini kok gak kelihatan Ran? Hehehe.” sambil menunjuk-nunjuk kaca pengumuman yang didalamnya pas mengarah pada jadwal kelas pshicolgy 1.”

            Hahaha……sorry Chil, tadi kan akting aja Chil, ce-ri-ta-nya.”

            Buahahahaha akting dari manaa? gak bakat, akting lu bikin gue e-mosyiii wkakakakaka, niii kan jadwalnya beda sama yang kita dapet dari kemaren kan ran?.”

            Coba aku samain dulu.” jawab Dirana sambil membuka hapenya mencari sms jarkoman yang berisi jadwal.

            Udah pasti beda dong ran, sekarang ini kita gak ada kelas, adanya nanti siang jam 1, eh anak-anak yang lain kok pada belum dateng yaa ran?.”

            Beeuh iya betul beda chil, waaah paraah nii, jadwal berubah kagak bilang-bilang yaah chil yaa mana gue tau, hehehe……paling anak-anak bentar lagi pada keluar  batang hidugnya.”

            Hahaha bahasa elu, emang keluar dari mana batang hidungnya? innocent nya lu lama-lama kaya pelawak ran hehehehe.”

            Aaaa ochiiil, terus gue harus gimana chil, harus sedih atau seneng? hehehehe yaudah nii, kita mau kemana sekarang?.”

            Dan gue juga gak tau ran mau kemana sekarang.”

            Bangku didepan bapendik melambai meminta aku dan Dirana menempatinya, dan tanpa sungkan kami berdua menduduki bangku yang panjangnya sekitar 250cm. Suguhan putus-putus air khayangan itu menjadi pemandangan alami yang mampu membisukan kami berdua dan lelap dalam kehampaan kata-kata. Sampai akhirnya teman-teman yang lain datang menyapa dan keheningan menjadi sosok misterius yang menghilang begitu saja.

            Wooooi……kalian berdua lagi ngapain?” tiba Andi teriak mengagetkan aku dan Dirana.

            “Iiiiih…..gak tau apa kalo aku lagi nungguin kamu, hehe” canda Dirana yang menggelikan.

            Aku masih terpaku dengan rintikan hujan yang mulai berbicara denganku. Gerimis ini mengantarku sampai pada sudut perpustakaan sejauh mataku memandang. Disana berdiri seorang pemuda menggendong tas ranselnya dan menenteng buku kira-kira tebalnya 5cm. Entah kenapa sosoknya tak asing bagiku dan aku penasaran dengannya. Lewat gerimis ini pula aku menyampaikan pesan untuknya kenapa dia tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan, benar-benar misterius. Aku terbungkam dalam keadaan ini.

            “Ochil, geser dong, aku mau duduk di sebelah Dirana, please geser dong” pinta Andi.

            Tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku menggeserkan posisi dudukku menuju pojokkan kursi ini dan sedikit menjauh dari Dirana dan Andi.

            Terimakasiih Ochil” jawab Andi.

            Dirana dan Andi kini sedang asyik mengobrol, dan sepertinya daerah asal yang sama membuat mereka lebih akrab satu sama lain. Sementara aku masih memandang sosok misterius itu, sekarang body language nya kembali mengingatkanku pada seseorang yang dulu sempat aku kenal. Tapi ingatan itu belum muncul sepenuhnya, masih begitu samar-samar. Gerimis juga menambah degup jantungku berdebar tak karuan seperti ini, gerimis yang mengantarkanku pada arah sosok misterius itu berada.

            “Ran, aku mau ke kantin bentar ya, eh Andi elu mau nitip kagak, biasanya nitip permen, sini biar gue yang beli, tapi uang elu maksudnya hehehe, mau nitip kagak?” aku mulai membuka mulut.

            Kagak ah Chil, gue lagi puasa permen dulu, hehe tapi kalo elu mau beliin, yaah gak papa, nanti tetep gue sakuin kok, haha” kata Andi.

            Beeuuhh, yaudah gue duluan ke kantin yaah, bye” aku melangkah menjauhi mereka.

            Berjalan melewati teras-teras ruang kelas yang masih tertutup rapat pintunya karena sedang ada perkuliahan, lalu kubiarkan baju ini mencicipi putus-putus air khayangan dan sampailah aku di depan mushola kampusku. Disamping mushola ini, perpustakaan mulai menyapa, dan kantin ada di belakangnya. Aku ingin berjalan seperti biasa tanpa genderang dalam jantungku, tapi sosok misterius itu seolah memanggilku untuk menerima heart attack ini. Aku harus melewatinya, semakin dekat, lebih dekat, dan kutatap dia yang sedang berdiri didepan pintu perpustakaan.

            Akan tetapi mukanya mengarah pada sisi yang berlawanan sehingga aku hanya melihatnya dari sampingnya saja, dan hal ini belum kunjung menjawab apa yang membuat hati ini seperti genderang ketika memperhatikannya. Dari buku yang dibawanya tertulis sebuah nama yang sempat aku baca, huruf itu membentuk kata KINAN.

“Ochil, ayoo mikir siapa KINAN itu Chil? Siapa? Dia tak asing, aku kenal nama itu, tapi siapa? Aaarggghh, yaa Tuhan penasaran ini sungguh mencekamku” gerutku dalam batin.

            Sembari menuju ke kantin berjalan sendirian dengan tatapan mata yang nanar karena sedang berusaha keras mengingat sosok pemuda itu.

            Hei Chil, siniii” teriak Geri.

            Kudapati diriku sudah sampai di kantin, dan aku langsung menuju ke arah Geri, teman seangkatanku tapi berbeda kelas, dia kelas A, sementara aku di kelas B.

            Hei, jadwal gue pada bentrok, sekarang kosong pula, beuh, eh gue beli permen dulu yaah”

            Hehehe, okee” kata Geri sambil mengangguk.

            Tak lama kemudian aku duduk disamping Geri, tanpa mengobrol dengan jelas, aku pun kembali menatap gedung perpustakaan dari belakang, berharap sesosok itu muncul kembali. Dugaan itu benar sekali, tiba-tiba dia muncul dari balik gedung perpustakaan dan sekarang berada tepat didepanku, sementara genderang itu semakin bertabuh berirama tak jelas.

            “Redinda yaah” tanyanya memastikan namaku.

            Iyaa” jawabku polos.

            Ini Kinan, din, masih inget gak?” sambil menyodorkan tangan kanannya memintaku menyambut jabat tangannya.

            Ooooh” tersenyum tipis dalam keheranan.

            Aku berjabat tangan dengannya sementara aku masih mencari-cari ingatanku tentangnya.

            “Temen SD kakak elu dinda, lupa yaah, hehehe, yaudah tinggal dulu yaah, aku masih ada revisian sama dosen niih, bye Dinda”  sapa menjauh dari sosok misterius yang kini menyebutkan dirinya sebagai Kinan, teman SD kakakku.

            Kepalaku terus mengorek isinya yang belum juga menemukan folder bernama Kinan, ditemani Geri duduk di kantin kampus sambil mengemut perment mint yang aku beli tadi. Lebih dari 15menit kubungkam dalam bisu tanpa kata dan Geri sibuk dengan ipadnya. Aku terus berusaha mengingatnya, terus mengingatnya mulai hari ini.

No comments:

Powered by Blogger.