Karena Aku, Aneh

Saturday, May 03, 2014


Bagaikan hembusan angin yang melambaikan dedaunan, bergoyang hingga menari tanpa aturan, seperti itukah hidupku?
            Kumenanti alat yang bisa mengatur arah angin, tapi bukan kipas angin. Aku mencari angin yang bisa menerbangkan anganku tanpa harus menjatuhkanku. Tapi, angin tak pernah mencariku. Kuusap keringat yang hampir menetes di dahiku melewati pelipis mata, tisuku luluh lantah menjadi serpihan tak terhingga karena keringatku. Angin di ujung desa sana telah memporak-porandakan puluhan rumah. Masihkah aku ingin mencari angin, yang bahkan tak pernah mencariku?

            “Aku pikir, namamu yang tertera di sini?” Tanya Isel.
Isel menatapku penuh tanya, seakan memaksa jika buku yang ada di tangannya itu, haruslah buku yang ditulis olehku. Aku sungguh tak mengerti.
“Hehehe, bukanlah!” Aku tersenyum kecut.
Sungguh aku tak ingin memperpanjang obrolan ini dengannya, Isel temanku.
“Katanya, kamu suka nulis yaah? Mau baca dooong?” Lontar Isel dengan begitu ramah.
Aku masih enggan ngobrol dengannya, kubiarkan kami membisu. Maksudnya, Isel dengan senyum bisunya dan aku tetap diam seribu kata.
“Tapi tulisanku jelek, aku suka nulis, tapi aku jarang nulis.” Kujawab juga lontaran Isel. Meski masih dengan nada yang masam.
“Hihihi, ooh begitu yaah, aneh yaa suka nulis, tapi jarang nulis. Hehehe.” Isel menjawab lagi.
“Hihihi, iyaah, aku emang aneh, mungkin aku suka dengan dunia kepenulisan saja, bukan suka nulisnya. Tapi, aku juga suka nulis sih.” Jawabku ribet.
“Lho gimana?” Sela Isel.
Kuceritakan padanya tentang diriku yang memang aneh. Orang waras itu, sudah sepatutnya berlogika. Tapi aku suka menelantarkan logikaku. Aku lebih senang menjawab tidak tahu dibandingkan dengan sejuta alasan masuk akal yang menurutku itu akan menjadi tidak masuk akal ketika dipikirkan kembali. Aku sungguh aneh. Iya, aneh. Itulah diriku. Aku suka nulis, tapi jarang menulis. Lebih tepatnya, aku suka dunia kepenulisan.
Tenggelam adalah hobiku. Menulis membuatku bisa tenggelam, menelusuri lautan yang begitu dalam dan sangat jarang terjamah oleh orang-orang. Aku sungguh menyukainya. Anehkah? Karena aku tenggelam, aku jauh dari keramaian. Aku bebas dan aku bisa merefleksikan apa yang telah membuatku tenggelam. Menulis membuatku belajar banyak hal, karena menulis membuatku tenggelam, jauh dan dalam. Aku bangun segalanya. Awan, angin, air, api, juga matahari. Aku tahu, aku aneh. Sungguh aneh.
Karena itulah aku menulis, hingga aku belajar dan tahu bahwa aku memang aneh. Aku lebih suka tenggelam, tapi aku tidak begitu suka dengan permukaan. Aku suka tenggelam. Suka sekali.
Sekarang, keringat itu semakin bercucuran hingga membasahi baju dan memberinya aroma yang bukan wangi tentunya. Masihkan kucari angin? Tidak, aku tak ingin mencari angin lagi. Sudah kukatakan, aku suka tenggelam, suka sekali tenggelam. Hanya air yang bisa membuatku tenggelam, karenanya akan aku cari air, bukan angin. Air, bukan angin.
“Pak, beli air mineral yang botol tanggung dua yaah pak?” Pintaku pada penjual toko di depan jalan raya kotaku.
Satu untukku, satu untuk Isel, temanku.
Keep On Writing #One Day One Writing
*Home 12.50 p.m.

No comments:

Powered by Blogger.