Bubur Sarapan Pagi
Waktu mengejarku dan aku juga mengejar waktu. Kami saling
kejar-kejaran Tapi Kejar tak mengejar matahari. Kejar hanya duduk bersila di
kursi singgasana keabadiannya. Di ufuk timur, barat, utara, selatan, hingga di
atas para awan. Kejar bergeming, tak bersua, matanya menceracah.
Dibalik selimut awan, diujung tanduk Kejar, ada becak.
Seribu becak memecah jalanan kota Sirus, hendak menuju Kulumbus. Kejar masih
saja duduk. Kursinya bergoyang meski tanpa angin. Kejar memandang satu per satu
becak itu.
Becak tak berkuda. Becak yang dikayuh. Becak itu melayang,
terbang diatas para awan. Mereka melewati singgasana Kejar. Kejar mengejar
becak terbang itu hanya lewat pandangannya. Kursi keabadiannya runtuh, sekejap
ia berdiri meninggalkannya.
Ia terbangun mengejar becak terbang, terkesima setiap
kayuhannya. Matanya melongo dan pikirannya jelalatan tak sanggup menyandak arti
kebenaran. Setiap becak dikayuh oleh bocah balita. Didepannya duduk sang Ibu
sambil menyuapi balita itu yang sembari mengayuh. Lalu becak itu terbang dalam
ribuan. Tertib dan rapi.
Suapan itu suapan bubur sarapan pagi.
26/5/14
No comments: