Bubur Sarapan Pagi

Monday, May 26, 2014


Waktu mengejarku dan aku juga mengejar waktu. Kami saling kejar-kejaran Tapi Kejar tak mengejar matahari. Kejar hanya duduk bersila di kursi singgasana keabadiannya. Di ufuk timur, barat, utara, selatan, hingga di atas para awan. Kejar bergeming, tak bersua, matanya menceracah.
Dibalik selimut awan, diujung tanduk Kejar, ada becak. Seribu becak memecah jalanan kota Sirus, hendak menuju Kulumbus. Kejar masih saja duduk. Kursinya bergoyang meski tanpa angin. Kejar memandang satu per satu becak itu.
Becak tak berkuda. Becak yang dikayuh. Becak itu melayang, terbang diatas para awan. Mereka melewati singgasana Kejar. Kejar mengejar becak terbang itu hanya lewat pandangannya. Kursi keabadiannya runtuh, sekejap ia berdiri meninggalkannya.
Ia terbangun mengejar becak terbang, terkesima setiap kayuhannya. Matanya melongo dan pikirannya jelalatan tak sanggup menyandak arti kebenaran. Setiap becak dikayuh oleh bocah balita. Didepannya duduk sang Ibu sambil menyuapi balita itu yang sembari mengayuh. Lalu becak itu terbang dalam ribuan. Tertib dan rapi.
Suapan itu suapan bubur sarapan pagi.
26/5/14

No comments:

Powered by Blogger.