Train #part 3

Sunday, November 10, 2013


Aku terlarut dalam mimpi dan juga dalam sandaran kakak, setelah  mata kisaran 30 menitan akupun masih terasa begitu lapar. Nasi goreng yang kakak janjikan juga tak kunjung datang, dan aku terlalu tak sanggup membangunkan kakak yang sedang tertidur terlihat letih dengan posisi tidur seperti itu. Tangannya disilangkan kedepan dadanya sementara kakinya masih dengan posisi duduk, dan kepalanya menyandar pada bahu kursi keretau ini. Kau kakakku yang lelah menjagaku kah? Terimakasih kakak. Aku sungguh tak ingin merepotkanmu. Seketika itu juga aku melihat di sekitarku yang juga merasakan hal yang sama, kondisi dalam sebuah perjalanan dimana masing-masing berusaha membuat kondisinya senyaman mungkin meskipun dalam sebuah transportasi umum seperti ini. Aku bisa merasakan mataku terbuka, mata hatikupun mengikutinya, perhatian kakak, teman baruku train, dan semua penumpang disini memberiku ilmu kehidupan yang gratis tapi tak bisa setiap orang memahaminya.

“tuuuuut tuuuuuut”           
“jegluuug………………………jegluuuug”
“teng tong tulalit teng tong” bunyi tanda yang terdengar ketika melewati stasiun ditengah jalan.
“kau juga mengajarkanku hidup dalam kebermanfaatan, train” sapaku dalam hati.
Tiba-tiba terdengar suara khas itu.
“aku mendengarkanmu gadis cilik, bisakah kau ceritakan padaku apa yang barusan kau katakan itu?”
“train, kau selalu ada untukku train” sambil menatap ke luar jendela dan tersenyum kecil.
“ah, itu terlalu berlebihan gadis cilik”
“bagaimana mungkin aku tak bisa mengagumimu train, kau bahkan begitu ramah, dan kau membawa ribuan kaumku dari sebuah tempat ke tempat yang lain, bisa jadi jarak kedua tempat itu tak dekat, tapi jauh, bukan itu saja kaupun sanggup membawa tanggung jawabmu sebagai transportasi darat tercepat train!”
“oh, benarkah itu? Kalau begitu terimakasih atas pujianmu gadis cilik”
“satu lagi train, bahkan kau punya lintasan special yang begitu menarik, cerobong asapmu, bunyi khas suaramu, dan keunikan yang kamu miliki, itu sungguh mengagumkan train, dan yang membuatku terheran-heran lagi adalah ketika aku memasuki areamu aku merasakan duniaku begitu jauh dengan keramaian diluar sana yang sebagian besar memiliki ambisi yang tak benar aku sukai.”
“gleeegeeg” train tersenyum.

Dalam hati train ada sebuah hal yang sanggup menggetarkan hatinya, bahkan ketika cerobong asap menginginkan bunyi yang jauh lebih baik, disini gadis kecil justru mengaguminya. Itu sungguh membuatku merasakan rasa syukur yang begitu dahsyat, aku sanggup merasakan bahwa ketika banyak orang yang menginginkan sesuatu yang jauh lebih baik, ternyata disisi lain, ada beberapa orang yang justru dengan sepenuh  hatinya, menyatakan hal tersebut adalah luar biasa baginya. Aku sungguh menghargai keduanya, mereka adalah semangatku. Aku pasti akan memberikan yang terbaik untuk temanku dan juga untuk pelangganku yang juga teman-teman baruku.

“hmmm, hoaaaam…….” Sambil menutup mulutnya, melirik jam tangannya dan merapikan tempat duduknya.
“dua jam lagi yaah kak?”
“iyaah dek, sekarang masih jam 8 pagi, kemungkinan kita sampai disana jam 10 pagi”
“yeyeyeye………..hehehehehe” sambil menggeligik
“kenapa??? Idiiih, happy bet, jangan bilang langsung nyari kinan sama putri mau main?”
“iiih siapa yang bilang” sambil senyum-senyum sendiri.
“hemm ituuuh ketawa hayoo”
“aku ngetawaain kakak”
“uups” sambil mengelap bibir, meraba sudut mata dan meraba seluruh wajahnya
“gak ada yang salah sama wajah kakak kok, ngapain di check gitu!!!”
“kaca mana, kaca mana, kaca mana deek?”
“gak ada kakak, gak punya”
“terus kamu ketawa apaan?” wajahnya merengut
“hahahahaha” kali ini tawanya tambah kenceng

Sesekali si gadis cilik ini merasakan jikalau si train, teman barunya selalu memperhatikannya.

“arrrrgh, kenapa hayoooo, ngomong gak sama kakak, ayoo ngomong” pinta kakakku sambil merusak sisiran rambut pendekku dan berusaha menggelitik perutku.
“hehehehehehe, kakak mauuuuuu pacarankan di tempatnya bu….dhe” kata pacaran sengaja lebih cepat dikatakan.

Kakak terdiam sejenak, melepaskan tangannya dari sekitaran perutku setelah berusaha menggelitikkan dan membuatku tertawa ngakak. Wajahnya mulai berbinar tapi seketika seperti tak ingin diperlihatkan, lalu binar diwajahnya itu kini diganti sinar lain dengan tawa canda yang di lemparkan ke aku.

“huuuuust, kamu masih kecil tauu apaa siih, gak boleh ikut camput, tar gak kakak beliin ice cream aaah”
“idiiiih ganti arah niiih ceritanya, yauuudah aku maunya kan nasi goreng kakak, manaaaa?”
“oooh yaa ampuuun, kamu lapeer yaaah dari taadi, ka……kaaa….k sengaja dek”
“aaaaaaaaaaa, gitu banget sama adek sendiri, tega membiarkan gadis ciliknya yang super manis dan keceee ini kelapaaraaaan, fiuuuuh gantengnya ilang nooh”
“oops ooops kok jadi lempar gituan siih ah gak seruu niih becandanya, masa iya gantengnya ilang gegara gituan doang, tar cewek kakak kabur dong, ups”
“hahahahaha, ketauan punya cewek, bilangin bapak aaah”
“iiih tukang lapor banget yaah kamuu” sambil gelitikkan perut.
“yaudah tunggu sinii aja yaah, kakak mau jalan-jalan bentar cari nasi goreng ke gerbang lain siapa tau ada yang jaulan”
“oooh bener kak, waduuuh bangga bener punya kakak yang rela cari makan buat adeknya, hihihi”
“mau kagak?”
“mau dong, jangan lama yaah kak”
“iyaah” sambil berdiri kemudian melangkah melewati jalanan sempit didalam kereta.

Aku mulai memandangi langkah kakakku yang semakin lama semakin menghilang tak telihat olehku, kemudian sesuatu hinggap dipikaranku, munginkah kakakku akan menemui seseorang di rumah budhe nanti, atau memang ada sebuah acara penting disana.

“ugh, kenapa aku sama sekali gak tau, kenapa gak ada orang yang ngasih tau aku, uggh” gerutuku didalam hati.
Tapi, memang mungkin ada benarnya juga, jikalau aku masih terlalu kecil untuk tau urusan orang yang lebih dewasa dariku. Biarlah yang penting aku tidak lebih membuat mereka dalam kerumitan, aku hanya ingin berdamai dengan mereka, menciptakan moment bahagia dengan mereka, dengan semua keluargaku.
“hello train, sepertinya kau sibuk, dan aku tak ingin mengganggumu kali ini”
“ehm” train hanya tersenyum

Aku menyandarkan kepalaku ke arah jendela lagi, dan sinar mentari itu rupanya cukup menyilaukan bagiku untuk bisa menembus pemandangan sawah yang menghampar sepanjang jalan perjalanan ini. Rupanya mentari ingin menemani perjalananku juga, dan aku hanya ingin tersenyum padamu mentari. Sanggupi permintaanku untuk melihatku tersenyum padamu, dan aku sungguh senang. Dahiku mulai berkerut, ketika menatap ke arah luar jendela, mentari sungguh menyaksikan aku sedang berusaha tersenyum. Berusaha sedikit pelan tapi pasti, kulepaskan kerutan di dahiku dan seketika awan mulai membungkusmu perlahan, tapi tak seluruhnya, jadi aku masih bisa menatapmu meski tak seutuhnya. 

“huuuh” seperti kelelahan
“asiiik, nasiii goreng, yeyeyeyeye”
“dek, ambilin minum dong dek, itu dimeja kecil depanmu!!!”
“siip, kakak pasti lelah yaah, iniii untukmu kaaaakaaak”
“ayoook makan kak, aku sunggguh lapeer”

Krekeet…..kreekt.

“huaaaa kakaaaaak, kenapa bukan nasi goreng kak?”
“kaaagaaak ada, udah dimakan aja, mubazir kalo gak dimakan lhhoh, kasian ibunya yang udah belain buat makanan lhoo, udah dimakan, dinikmati, jangan lupa baca doa”
“huup huup” cemberut agak kecewa
Sendok plastik menyungging bagian nasi, di urungkan kembali, mengarah ke telor yang berwarna kecokelatan lalu menambahkannya dengan sedikit nasi dan dilahap olehku.
“enaaak kaaan, udah gak usah protes, kaya demonstran ajeh”
“hmmmnyam nyam hemmmnyam kakak gituu” ngomong sambil makan
“makan-makan aja, ngomong-ngomong dulu, jangan dua-duaan gitu”

Krekeet…..kreekeet sang kakak ikut membuka bungkusan nasi gudeg yang dibelinya.

“suhaam, suhaam, pedees yaa kaak” selesai meneguk air di botolan
“hmmmnyam nyam ooh hiyaaa kakak luuupa hmmnyam nyam”
“kalo ngomong yaa ngomong aja, kalo makan yaa makan ajaa, kaleee”
“ekhem, bruuut, euuh” keselek
“minum kak”
Glek, glek, glek, sang kakak minum dengan banyaknya sementara aku membersihan tumpahan nasinya yang sebagian hinggap di kaos oblong berwarna putihnya.
“hhhhh, maakaasih dek, buahaaa pedes juga niiih gudeg”
“yaelaaah kak, tapi ini lumayan loh kak, maalah waaw enyaaak, hehehehe”
“doyan apa lapeer”
“bodoo” 

Kami berdua meneruskan makan gudeg karena memang kami begitu lapar sehingga menikmati gudeg dengan lahapnya. Rasanya juga memang enak, berbeda dengan gudeg biasa yang bisa dibeli di sekitaran rumah mereka.

“hmmm kenyak kaak, gudegnya enaaak, aku mau dengerin musik yaah kakak, jangan ganggu aku”
“ehmmm”

Mereka berdua selesai makan, dan menyibukkan diri mereka sendiri dengan kesenangan mereka. Si gadis cilik mendengarkan musik dengan mp3 lewat headsetnya dan sang kakak membaca komik kesenangannya yang sengaja dia bawa.

“hey gadis manis, kau mendengarku”
“tentu train, biarpun aku sedang memakai headset ini, aku bisa mendengarmu kok”
“kurasa kita akan segera berpisah, aku sudah bisa melihat sebentar lagi stasiun tempatmu berada akan tampak dalam satu jam mendatang”
“oh benarkah? Aku hampir tak menyadarinya train”
“oh gadis manis, kuharap kau tak akan pernah menyesal telah mengenalku dan kembalilah untuk bertemu denganku”
“train, jangan kira, ini adalah sebuah perpisahan, bukan ini adalah awal kita menjalin hubungan persahabatan kita, di luar sana aku akan senantiasa melihatmu dan memperhatikanmu”
“aku suka kata persahabatan”
“yaah, begitupun denganku”
“heey, bolehkah aku bertanya?”
“silahkan train, sahabatku”
“apa kau menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi dariku”
“ehmm…..lebih baik?? Yaah kenapa tidak train?”
“oooh terimakasih atas jawabanmu gadis cilik”
“sekarang bersiaplah, sebentar lagi kau akan turun”
“siiiap train”

Sang kakak mulai membereskan barang-barang yang sudah keluar dari tasnya dan tas adiknya lalu memastikan tak ada yang tertinggal. Kemudian mereka merapikan pakaiannya, melihat ke arah luar, dan didapati sebuah stasiun tujuan mereka. Berdiri dan masing-masing menggendong tas lalu berjalan menuju ke pintu keluar, tentu aku duluan baru kakakku dibelakangku.

“huuup” kakiku menginjakkan lantai peron.
“sampaii juga” jawab kakaku.

Aku menatap kereta yang barusan aku tumpangi parkir di stasiun ini, kupandangi gerbong demi gerbong, begitu banyak dan panjang. Dan kau mulai melangkah menjauhinya, tapi mataku masih bisa melihatnya. Kusampaikan sampai jumpa kembali train, teman baruku. Aku menengok untuk yang terakhir kalinya dengan senyumanku yang mengembang ke arahnya.

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

“gadis cilik itu baru pertama naik kita” cerobong asap memulai obrolan
“iyaa, dia begitu mengagumi kita kawan” sahut si lokomotif
“oooh rupanya kita begitu digemari banyak orang yaah”
“kita harus lebih bersyukur kawan dan selalu memberikan yang terbaik untuk mereka”
“setuju kawan, dengan inovasi bunyi yang baru yaah tentunya, hahaha”
“jika itu tak menghilangkan identitas kita, kenapa tidak untuk yang lebih baik kawan”
“yuuup, dan tak pernah lupa selalu dalam kebermanfaatan yaah kawan”
“ahaaa that’s right”
“mari kita istirahat sejenak kawan, teman kita sudah bersiap menggantikan kita”
“okelah kalo begitu kawan, nanti malam kita rundingkan inovasi terbaru kita”
“siiiip”
Keretapun berhenti dan beralih dengan jadwal kereta yang lainnya.


Train, My New Friend
I give you the title in the rest of the story, and hopefully everyone who read it leaves the comment.
Thanks you for reading my fiction story.

No comments:

Powered by Blogger.