Train #part 3
Aku terlarut dalam mimpi dan juga
dalam sandaran kakak, setelah mata
kisaran 30 menitan akupun masih terasa begitu lapar. Nasi goreng yang kakak
janjikan juga tak kunjung datang, dan aku terlalu tak sanggup membangunkan
kakak yang sedang tertidur terlihat letih dengan posisi tidur seperti itu.
Tangannya disilangkan kedepan dadanya sementara kakinya masih dengan posisi
duduk, dan kepalanya menyandar pada bahu kursi keretau ini. Kau kakakku yang
lelah menjagaku kah? Terimakasih kakak. Aku sungguh tak ingin merepotkanmu.
Seketika itu juga aku melihat di sekitarku yang juga merasakan hal yang sama,
kondisi dalam sebuah perjalanan dimana masing-masing berusaha membuat
kondisinya senyaman mungkin meskipun dalam sebuah transportasi umum seperti
ini. Aku bisa merasakan mataku terbuka, mata hatikupun mengikutinya, perhatian
kakak, teman baruku train, dan semua penumpang disini memberiku ilmu kehidupan
yang gratis tapi tak bisa setiap orang memahaminya.
“tuuuuut tuuuuuut”
“jegluuug………………………jegluuuug”
“teng tong tulalit teng tong” bunyi
tanda yang terdengar ketika melewati stasiun ditengah jalan.
“kau juga mengajarkanku hidup dalam
kebermanfaatan, train” sapaku dalam hati.
Tiba-tiba terdengar suara khas itu.
“aku mendengarkanmu gadis cilik,
bisakah kau ceritakan padaku apa yang barusan kau katakan itu?”
“train, kau selalu ada untukku train”
sambil menatap ke luar jendela dan tersenyum kecil.
“ah, itu terlalu berlebihan gadis
cilik”
“bagaimana mungkin aku tak bisa
mengagumimu train, kau bahkan begitu ramah, dan kau membawa ribuan kaumku dari
sebuah tempat ke tempat yang lain, bisa jadi jarak kedua tempat itu tak dekat,
tapi jauh, bukan itu saja kaupun sanggup membawa tanggung jawabmu sebagai
transportasi darat tercepat train!”
“oh, benarkah itu? Kalau begitu
terimakasih atas pujianmu gadis cilik”
“satu lagi train, bahkan kau punya
lintasan special yang begitu menarik, cerobong asapmu, bunyi khas suaramu, dan
keunikan yang kamu miliki, itu sungguh mengagumkan train, dan yang membuatku
terheran-heran lagi adalah ketika aku memasuki areamu aku merasakan duniaku
begitu jauh dengan keramaian diluar sana yang sebagian besar memiliki ambisi
yang tak benar aku sukai.”
Dalam hati train ada sebuah hal yang
sanggup menggetarkan hatinya, bahkan ketika cerobong asap menginginkan bunyi
yang jauh lebih baik, disini gadis kecil justru mengaguminya. Itu sungguh
membuatku merasakan rasa syukur yang begitu dahsyat, aku sanggup merasakan
bahwa ketika banyak orang yang menginginkan sesuatu yang jauh lebih baik,
ternyata disisi lain, ada beberapa orang yang justru dengan sepenuh hatinya, menyatakan hal tersebut adalah luar
biasa baginya. Aku sungguh menghargai keduanya, mereka adalah semangatku. Aku
pasti akan memberikan yang terbaik untuk temanku dan juga untuk pelangganku
yang juga teman-teman baruku.
“hmmm, hoaaaam…….” Sambil menutup
mulutnya, melirik jam tangannya dan merapikan tempat duduknya.
“dua jam lagi yaah kak?”
“iyaah dek, sekarang masih jam 8 pagi,
kemungkinan kita sampai disana jam 10 pagi”
“yeyeyeye………..hehehehehe” sambil
menggeligik
“kenapa??? Idiiih, happy bet, jangan
bilang langsung nyari kinan sama putri mau main?”
“iiih siapa yang bilang” sambil senyum-senyum
sendiri.
“hemm ituuuh ketawa hayoo”
“aku ngetawaain kakak”
“uups” sambil mengelap bibir, meraba
sudut mata dan meraba seluruh wajahnya
“gak ada yang salah sama wajah kakak
kok, ngapain di check gitu!!!”
“kaca mana, kaca mana, kaca mana deek?”
“gak ada kakak, gak punya”
“terus kamu ketawa apaan?” wajahnya
merengut
“hahahahaha” kali ini tawanya tambah
kenceng
Sesekali si gadis cilik ini merasakan
jikalau si train, teman barunya selalu memperhatikannya.
“arrrrgh, kenapa hayoooo, ngomong gak
sama kakak, ayoo ngomong” pinta kakakku sambil merusak sisiran rambut pendekku
dan berusaha menggelitik perutku.
“hehehehehehe, kakak mauuuuuu pacarankan
di tempatnya bu….dhe” kata pacaran sengaja lebih cepat dikatakan.
Kakak terdiam sejenak, melepaskan
tangannya dari sekitaran perutku setelah berusaha menggelitikkan dan membuatku
tertawa ngakak. Wajahnya mulai berbinar tapi seketika seperti tak ingin
diperlihatkan, lalu binar diwajahnya itu kini diganti sinar lain dengan tawa
canda yang di lemparkan ke aku.
“huuuuust, kamu masih kecil tauu apaa
siih, gak boleh ikut camput, tar gak kakak beliin ice cream aaah”
“idiiiih ganti arah niiih ceritanya,
yauuudah aku maunya kan nasi goreng kakak, manaaaa?”
“oooh yaa ampuuun, kamu lapeer yaaah
dari taadi, ka……kaaa….k sengaja dek”
“aaaaaaaaaaa, gitu banget sama adek
sendiri, tega membiarkan gadis ciliknya yang super manis dan keceee ini
kelapaaraaaan, fiuuuuh gantengnya ilang nooh”
“oops ooops kok jadi lempar gituan
siih ah gak seruu niih becandanya, masa iya gantengnya ilang gegara gituan doang,
tar cewek kakak kabur dong, ups”
“hahahahaha, ketauan punya cewek,
bilangin bapak aaah”
“iiih tukang lapor banget yaah kamuu”
sambil gelitikkan perut.
“yaudah tunggu sinii aja yaah, kakak
mau jalan-jalan bentar cari nasi goreng ke gerbang lain siapa tau ada yang
jaulan”
“oooh bener kak, waduuuh bangga bener
punya kakak yang rela cari makan buat adeknya, hihihi”
“mau kagak?”
“mau dong, jangan lama yaah kak”
“iyaah” sambil berdiri kemudian
melangkah melewati jalanan sempit didalam kereta.
Aku mulai memandangi langkah kakakku
yang semakin lama semakin menghilang tak telihat olehku, kemudian sesuatu
hinggap dipikaranku, munginkah kakakku akan menemui seseorang di rumah budhe
nanti, atau memang ada sebuah acara penting disana.
“ugh, kenapa aku sama sekali gak tau,
kenapa gak ada orang yang ngasih tau aku, uggh” gerutuku didalam hati.
Tapi, memang mungkin ada benarnya
juga, jikalau aku masih terlalu kecil untuk tau urusan orang yang lebih dewasa
dariku. Biarlah yang penting aku tidak lebih membuat mereka dalam kerumitan,
aku hanya ingin berdamai dengan mereka, menciptakan moment bahagia dengan
mereka, dengan semua keluargaku.
“hello train, sepertinya kau sibuk,
dan aku tak ingin mengganggumu kali ini”
“ehm” train hanya tersenyum
Aku menyandarkan kepalaku ke arah
jendela lagi, dan sinar mentari itu rupanya cukup menyilaukan bagiku untuk bisa
menembus pemandangan sawah yang menghampar sepanjang jalan perjalanan ini.
Rupanya mentari ingin menemani perjalananku juga, dan aku hanya ingin tersenyum
padamu mentari. Sanggupi permintaanku untuk melihatku tersenyum padamu, dan aku
sungguh senang. Dahiku mulai berkerut, ketika menatap ke arah luar jendela,
mentari sungguh menyaksikan aku sedang berusaha tersenyum. Berusaha sedikit
pelan tapi pasti, kulepaskan kerutan di dahiku dan seketika awan mulai
membungkusmu perlahan, tapi tak seluruhnya, jadi aku masih bisa menatapmu meski
tak seutuhnya.
“huuuh” seperti kelelahan
“asiiik, nasiii goreng, yeyeyeyeye”
“dek, ambilin minum dong dek, itu
dimeja kecil depanmu!!!”
“siip, kakak pasti lelah yaah, iniii
untukmu kaaaakaaak”
“ayoook makan kak, aku sunggguh lapeer”
Krekeet…..kreekt.
“huaaaa kakaaaaak, kenapa bukan nasi
goreng kak?”
“kaaagaaak ada, udah dimakan aja,
mubazir kalo gak dimakan lhhoh, kasian ibunya yang udah belain buat makanan
lhoo, udah dimakan, dinikmati, jangan lupa baca doa”
“huup huup” cemberut agak kecewa
Sendok plastik menyungging bagian
nasi, di urungkan kembali, mengarah ke telor yang berwarna kecokelatan lalu
menambahkannya dengan sedikit nasi dan dilahap olehku.
“enaaak kaaan, udah gak usah protes,
kaya demonstran ajeh”
“hmmmnyam nyam hemmmnyam kakak gituu” ngomong
sambil makan
“makan-makan aja, ngomong-ngomong
dulu, jangan dua-duaan gitu”
Krekeet…..kreekeet sang kakak ikut
membuka bungkusan nasi gudeg yang dibelinya.
“suhaam, suhaam, pedees yaa kaak” selesai
meneguk air di botolan
“hmmmnyam nyam ooh hiyaaa kakak luuupa
hmmnyam nyam”
“kalo ngomong yaa ngomong aja, kalo
makan yaa makan ajaa, kaleee”
“ekhem, bruuut, euuh” keselek
“minum kak”
Glek, glek, glek, sang kakak minum
dengan banyaknya sementara aku membersihan tumpahan nasinya yang sebagian
hinggap di kaos oblong berwarna putihnya.
“hhhhh, maakaasih dek, buahaaa pedes
juga niiih gudeg”
“yaelaaah kak, tapi ini lumayan loh
kak, maalah waaw enyaaak, hehehehe”
“doyan apa lapeer”
“bodoo”
Kami berdua meneruskan makan gudeg
karena memang kami begitu lapar sehingga menikmati gudeg dengan lahapnya.
Rasanya juga memang enak, berbeda dengan gudeg biasa yang bisa dibeli di
sekitaran rumah mereka.
“hmmm kenyak kaak, gudegnya enaaak,
aku mau dengerin musik yaah kakak, jangan ganggu aku”
“ehmmm”
Mereka berdua selesai makan, dan
menyibukkan diri mereka sendiri dengan kesenangan mereka. Si gadis cilik
mendengarkan musik dengan mp3 lewat headsetnya dan sang kakak membaca komik
kesenangannya yang sengaja dia bawa.
“hey gadis manis, kau mendengarku”
“tentu train, biarpun aku sedang
memakai headset ini, aku bisa mendengarmu kok”
“kurasa kita akan segera berpisah, aku
sudah bisa melihat sebentar lagi stasiun tempatmu berada akan tampak dalam satu
jam mendatang”
“oh benarkah? Aku hampir tak
menyadarinya train”
“oh gadis manis, kuharap kau tak akan
pernah menyesal telah mengenalku dan kembalilah untuk bertemu denganku”
“train, jangan kira, ini adalah sebuah
perpisahan, bukan ini adalah awal kita menjalin hubungan persahabatan kita, di
luar sana aku akan senantiasa melihatmu dan memperhatikanmu”
“aku suka kata persahabatan”
“yaah, begitupun denganku”
“heey, bolehkah aku bertanya?”
“silahkan train, sahabatku”
“apa kau menginginkan sesuatu yang
lebih baik lagi dariku”
“ehmm…..lebih baik?? Yaah kenapa tidak
train?”
“oooh terimakasih atas jawabanmu gadis
cilik”
“sekarang bersiaplah, sebentar lagi
kau akan turun”
“siiiap train”
Sang kakak mulai membereskan
barang-barang yang sudah keluar dari tasnya dan tas adiknya lalu memastikan tak
ada yang tertinggal. Kemudian mereka merapikan pakaiannya, melihat ke arah
luar, dan didapati sebuah stasiun tujuan mereka. Berdiri dan masing-masing
menggendong tas lalu berjalan menuju ke pintu keluar, tentu aku duluan baru
kakakku dibelakangku.
“huuup” kakiku menginjakkan lantai
peron.
“sampaii juga” jawab kakaku.
Aku menatap kereta yang barusan aku
tumpangi parkir di stasiun ini, kupandangi gerbong demi gerbong, begitu banyak
dan panjang. Dan kau mulai melangkah menjauhinya, tapi mataku masih bisa
melihatnya. Kusampaikan sampai jumpa kembali train, teman baruku. Aku menengok
untuk yang terakhir kalinya dengan senyumanku yang mengembang ke arahnya.
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
“gadis cilik itu baru pertama naik
kita” cerobong asap memulai obrolan
“iyaa, dia begitu mengagumi kita kawan”
sahut si lokomotif
“oooh rupanya kita begitu digemari
banyak orang yaah”
“kita harus lebih bersyukur kawan dan
selalu memberikan yang terbaik untuk mereka”
“setuju kawan, dengan inovasi bunyi
yang baru yaah tentunya, hahaha”
“jika itu tak menghilangkan identitas
kita, kenapa tidak untuk yang lebih baik kawan”
“yuuup, dan tak pernah lupa selalu
dalam kebermanfaatan yaah kawan”
“ahaaa that’s right”
“mari kita istirahat sejenak kawan,
teman kita sudah bersiap menggantikan kita”
“okelah kalo begitu kawan, nanti malam
kita rundingkan inovasi terbaru kita”
“siiiip”
Keretapun berhenti dan beralih dengan
jadwal kereta yang lainnya.
Train, My New Friend
I give you the title in the rest of the
story, and hopefully everyone who read it leaves the comment.
Thanks you for reading my fiction story.
No comments: