Review Tomodachi
Review Tomodachi
Setiap orang punya mimpi, tak peduli
akan terwujud atau hanya dibiarkan menjadi mimpi yang lambat laun kian memudar.
Tapi, takdir dan nasib yang akan memainkan alur dan siklus mimpi yang telah
diciptakan masing-masing orang.
Sebaliknya, keyakinan itu akan
muncul seiring dengan betapa dekatnya seseorang dengan mimpi. Karena mimpi
bukan sebuah realita, pengorbanan harus muncul untuk mewujudkannya menjadi
sebuah kenyataan. Lalu, mengembangkan tunas-tunas mimpi yang baru lagi. Tak
peduli arah angin akan mengantarkannya menjauhi mimpi, tak peduli banjir akan
menenggelamkan seluruh raga mimpi bahkan tak akan acuh bila badai memporak-porandakan
mimpi yang telah tercipta.
Bukankah
ketika mimpi itu memudar, maka artinya mimpi itu sebagian telah menjadi nyata?
Seperti Tomomi bukan?
Saat
Tomomi berjuang mendapatkan Hasegawa, berusaha keras untuk bisa masuk di
sekolah yang sama. Resmi menjadi junior Hasegawa senpai, dia terus mengikuti
perkembangan kakak kelasnya di Katakura Gakuen itu.
Tapi ternyata, bukankah
sesuatu yang digapai dengan mudah itu, akan mudah dilepaskan juga?
Tomomi mulai mengikuti kegiatan
atletik lari, yang tanpa sengaja dia ikuti hanya untuk mengintai Hasegawa
senpai. Nyatanya, sesuatu yang tak gampang dia raih, mulai dipelajarinya
bersama Tomoki, teman sekelasnya yang pertama kali ditemuinya saat pertama kali
masuk sekolah.
Rupanya
tiap-tiap orang sebenarnya menyukai tantangan. Pada dasarnya manusia itu tak
pernah kehabisan rasa penasaran untuk menaklukan sesuatu. Apa yang disebut
ambisi itu sudah melekat pada makhluk bernama manusia.
Bukankah
Tomomi sedang berjuang mendapatkan hati Hasegawa senpai?
Memang
benar. Lagi-lagi semakin mimpi itu dikejar, maka semakin memudarlah ia.
Sebagian mungkin sudah terwujud, dan sebagiannya lagi diputuskan oleh si
pemilik mimpi. Sudah seberapa dekatkah dia dengan mimpinya itu? Boleh digenggam
erat mimpi itu, dengan konsekuensi akan tetap menjadi mimpi. Dan boleh
dilepaskan mimpi itu, dengan membayarnya menjadi sebuah realita.
Atau
boleh jadi mimpi itu belum sempurna, dan harus dijadikan alat untuk menemukan
dan mewujudkan mimpi yang sempurna. Lagi-lagi takdir dan nasib itu adalah
sahabat yang tak pernah lepas. Tomodachi, seperti Tomomi, Tomoki, Chiyo, Ryuu,
dan Tabi.
Selalu ada mimpi didalam mimpi. Tak akan pernah ada rasa sesal, kecewa
ataupun permusuhan bila segalanya didasari atas rasa saling percaya, jujur dan
berani. Seperti Tabi yang tak pernah takut akan gosip yang dengan mudahnya
beredar. Tabi yang berani.
Kisah
masa-masa SMA yang gokil, bandel, berprestasi dan juga patut dibanggakan dari
setiap tokoh-tokoh yang muncul. Mimpi akan selalu membawa kita pada arah yang
tidak selalu benar, tapi baik pada akhirnya. Jadikan mimpi dan perjuangan
sebagai tomodachi.
Novel dengan gaya bahasa lugas,
dengan style Jepang, bisa juga dijadikan media pembelajaran untuk mengenal Cross
Culture Understanding of Japan. Seperti menonton drama Jepang. Terima kasih
Winna Efendi.
No comments: