Entah hujan, entah gerimis

Wednesday, December 31, 2014

Kemarin aku melihat hujan. Hari ini aku melihat gerimis. Entah hujan, entah gerimis, keduanya tak pernah kukenal, tapi aku cukup memahami mereka. Bedanya, mereka kurang bisa memahamiku apalagi untuk bisa mengenalku. Awalnya, begitulah entah hujan, entah gerimis.
            Pernah suatu hari, aku bertemu hujan di jalan. Awalnya mata kami tak pernah berujung di titik yang sama, karena kami berjalan searah dan beriringan. Entah alasan apa, tiba-tiba ia mengeroyokku dari belakang bersama kawanannya. Bukan kepalang, mataku langsung melirik sinis padanya. Aku berlari dan menghentakkan kaki padanya. Genangan air yang kupijak, ternyata muncrat kemana-mana. Seorang bapak dengan kemeja biru muda polos terkena cipratannya. Alamak, seketika aku langsung menundukkan pandangan sembari memberi perhitungan pada hujan. Saat itu hujan menertawaiku. Sejak itulah aku mulai memikirkan hujan. Ternyata senyumnya telah membasahi oase hatiku. Percikan air itu jatuh begitu hebatnya, tepat di oase hatiku. Pluk! 
            Awas kau, tunggu pembalasanku. Tak pernah saling melontarkan kata, hanya lewat obrolan batin. Kami saling mendengarkan satu sama lain. Tak pernah berkenalan, dan aku selalu menunggu kami bertengkar. Tak pernah saling mengerti, tapi kami saling membutuhkan.
            Hingga aku mulai merindukan hujan begitu berhari-hari tak pernah berjumpa. Langit mendung siang itu, hatiku dag dig dug tak karuan. Hujan pasti datang. Aku duduk menekuk lutut, menunggu di teras ditemani sehelai kertas lipat yang telah kusulap menjadi angsa. Begitu menghela napas panjang, aku mulai meluruskan lututku lalu mengambil angsa kertas dan bersiap berdiri didepan hujan yang sedang kutungu. Sial, ini bukan hujan, hanya gerimis.
            Siang itu aku meralat semua rinduku pada hujan. Aku gagal membuat angsa kertasku berenang dan tiba-tiba sekali gerimis menyulurkan tangannya padaku. Ia mulai memperkenalkan dirinya. Kami saling berkenalan, aku dan gerimis. Awan hitam bergerumul di sana, sepertinya hujan kalang kabut ingin datang. Tapi matahari masih bersinar terang. Hanya aku dan gerimis di siang itu, saling bertanya, saling ingin mengerti satu sama lain.
            Bruk! Hujan datang tepat dihadapanku, mengusir gerimis, membuat rusuh perbincangan hangat kami. Entah. Aku melihat senyumnya kembali. Entah. Aku melihat senyum hujan dalam parasnya yang galak dan suka seenaknya sendiri. Ia langsung merebut angsa kertasku. Lalu membiarkannya berenang melintasi genangan air. Sampai angsaku meleleh karena basah terguyur hujan, aku diam menyaksikannya. Hujan membuat angsaku berenang, pikirku dalam batin. Tak sadar, ternyata aku sedang mengambil angsa kertasku yang mulai robek tertelan hujan yang semakin deras. Aku basah kuyup, dan hujan kembali menertawakanku hingga terpingkal-pingkal. Awas kau, hujaaaaan. Gertakku dalam batin.
            Memang aku tak bisa terus-terusan menunggu dan bersama hujan. Seminggu badan meriyang dan hidung terkena flu. Aku mengurung di dalam rumah, tak pernah mau bertemu hujan. Tapi, sesekali pergi ke luar rumah, sangat dan sangat berharap ingin bertemu hujan, ingin melihat senyumnya. Kami tak pernah saling mengenal, memahami apalagi mengerti.
            Hari inilah aku bertemu kembali dengan gerimis. Suaranya masih hangat seperti waktu pertama kali berkenalan. Meski kami tak ngobrol banyak, diam menambah suasana menjadi begitu romantis. Gerimis mencoba mengerti dan mulai memahami diriku. Ia membimbingku berjalan, menyusuri jalanan yang bertaburan daun berserakan. Gerimis bisa, tapi hujan tak bisa. Kuucapkan terima kasih sebagai tanda perpisahan kami. Gerimis menyaksikan aku masuk ke dalam rumah, lalu bergegas pulang kembali.
            Entah hujan, entah gerimis, sepertinya aku tak ingin bertemu lagi. Jika rindu itu tiba-tiba datang, aku tak ingin menemuinya. Aku akan membiarkan pertemuan yang mempertemukan kita.
            Entah hujan, entah gerimis, keduanya sama-sama mengesankan. Tapi cara mengesankan kalian sungguh-sungguh berbeda.
            Entah hujan, entah gerimis, bagaimanapun juga akan selalu kuucapkan terima kasih untuk kalian dalam setiap perjumpaan kita. Terima kasih.

No comments:

Powered by Blogger.