A, B, dan C

Thursday, November 07, 2013


Alkisah ada dua sahabat yang mencoba refreshing lewat sebuah perjalanan dan mereka dengan bangga menyebutnya ngegembel. Sebuah perjalanan lebih dari 9 jam tapi kurang dari 10 jam, bukan singkat, bisa dibilang cukup melelahkan, malah sangat melelahkan mungkin. Mari kita berkenalan dengan A sebagai sahabat pertama, dan B sebagai sahabat kedua. 

Secara umum, si A mempunyai sifat tertutup, dia lebih bisa mengungkapkan apapun hanya bersama orang-orang yang menurutnya nyaman, mungkin si B masuk dalam kategori tersebut. Berbanding dengan si B, orangnya terbuka, pintar, suka bermain logika, sementara si A suka bermain perasaan. Bisa diklasifikasikan si A adalah Introvert dan si B adalah ekstrovert. Sebuah percakapan antara si A yang tak sengaja bertemu dengan si C,  hingga percakapan ini tak kunjung bisa dilupakan begitu saja, terlanjur menjadi penghuni tetap dalam memorinya. 

Kala itu suasana pagi tak terasa berbeda di sebuah kota lain, bahkan disebuah provinsi lain, menikmati perbedaan rasanya telah hilang seketika saat badan pegal, capek, lungai karena tak bisa tidur semalaman. Baru tersadar ketika kami memasuki sebuah stasiun, lalu mengisi form dan mengantri setelah sebelumnya sempat bertanya seputar kereta api yang hendak kami tumpangi kepada seorang lelaki berseragam biru pekat khas stasiun berlogat jawa medok. Cukup lama kami mengantri mulai dari jalanan depan stasiun yang kosong sampai dengan ramai penuh dengan penjual makanan. Tepat didepan loket, si B menyerahkan form yang sudah diisi sedari tadi, memasukkan ke ruang kecil kemudian sesegera diraih oleh petugas lalu dengan sigapnya mengecek di sebuah layar, jari-jarinya menekan-nekan keyboard, kudapat bibirnya berkata dengan nada datar

“tiketnya habis……bagaimana ibu ada yang bisa saya bantu?” seru petugas loket tiket di sebuah stasiun.
Kami minggir dari antrian seraya bermuka masam dan sedih tak karuan.
“habis, lalu bagaimana kami bisa pulang?” tanya si B
“ayo tanya petugas berbaju pekat itu lagi, kita minta rekomendasi darinya?” sahut si A

Masih menggendong tas-tas yang berat kami berdua segera menghampiri petugas berbaju biru pekat, berharap lelaki berlogat medok itu mampu meredam kecemasan kami tak bisa pulang dari tempat yang bisa dijangkau 9 jam lebih tapi kurang dari 10 jam ini lewat kereta api. Bahkan kami sempat mengantri dua kali dengan hasil yang sama yaitu tiket habis. Hari ini, pagi pertama dikota yang beru pertama kalinya kami singgahi, ternyata kami harus sarapan pagi dengan menelan kekecewaan jikalau perjalanan pulang kami sedikit bermasalah tak sesuai rencana meskipun pada akhirnya kami bisa pulang. Tiketpun berhasil kami urus dengan membayar hampir dua kali lipat dari perjalanan berangkat kami. Pukul 13.50 siang ini kami berangkat pulang ke kota asal kami, dan sekarang pukul 07.30, perut masih terasa kosong, kami bergegas keluar mencari udara segar diluar.

“yah, hape lowbat…..hmmmm” gerutu si A
“aduh, sungguh didalem penat banget, baru pagi gini udah penuh gitu yaa ampun” gerutu si B
Kami duduk diserambi stasiun berjejeran, tak lama dari waktu kami duduk, seorang bapak mengikuti kami berjejer di sebelah si A, kurang dari 5 menit, seorang bapak tak sama juga mengikuti berjejer disebelahkami.
“ayook, kita ke dalem lagi, ada yang ingin aku tanyakan ke petugas berbaju pekat itu, ayook” ajak si A
“tanya apa lagi, kan udah beres….sini aja laah” jawab si B
“ayoook, kedalem lagi, cepetan ayook” ajak si A sambil terburu-buru jalan menuju pintu depan stasiun.
Si B mengikut si A, kemudian si A mulai berbisik
“dua bapak disebelah kita itu agak mencurigakan, sadar gak?” bisik si A
Si B sambil tersenyum “oh jadi itu alasannya, kita mau nunggu disebelah mana? Kalau masuk situ kan harus pake tiket, sementara tiket kita kan masih nanti siang, gimana kita bisa masuk sekarang?”
“udah gak papa, kita tunggu disana aja, sambil duduk nonton tv, ahh gak papa, orang-orang juga pada gak nyerahin tiketnya kok, mungkin masih pagi kali” jawab si A

Dua sahabat itu beranjak menuju ruang tunggu dalam, dan sedikit bersesakan meskipun tidak terlalu penuh.
“aha, itu ada free charger, aku bisa ngeces hape disana” seru si A gembira akhirnya hape lowbatnya bisa menemukan pom chargernya.

Menerobos orang dengan tidak peduli, dan sekali lagi merasakan tidak seperti di kota lain. Papan free charger masih kosong, hanya satu stop kontak yang dipakai, dan tanpa pikir panjang, tanpa memperhatikan orang disekelilingnya, si A langsung mengambil hapenya dan memasukkan kabel datanya yang kecil tipis diselipkan ke dalam hape dan yang port USB 2 kedalam sumbernya lalu dicolokkan ke stop kontak. Kala itu si A sedang sibuknya mencari informasi bagaimana cara kami pulang karena kereta yang nantinya kami tumpangi tidak bakalan sampai di kota asal kami secara langsung, tapi harus nyambung ditengah jalan. Alternatif satu-satunya adalah dengan bis kota. Si A kebetulan memiliki beberapa teman yang tinggal pas di kota yang akan kami singgahi sebagai pemberhentian terakhir dari kereta yang akan kami tumpangi nanti. 

Si B sudah duduk di kursi tunggu sambil menonton tv, sementara si A masih berdiri didepan papan pom charger, tak bisa duduk karena tepat didepan pom tersebut sudah ada orang yang duduk sedari tadi. Posisi berdiri membuatnya lelah sambil mengetikkan sms dengan jari-jarinya lewat hape yang sedang dices itu. Sebentar-sebentar ganti posisis berdiri tak lepas mengirim sms ke teman-temannya meminta bantuan mengarahkannya perjalanan pulang. Beruntungnya orang didepan si A tak tega melihatnya lelah berdiri dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya.  Dari kursi di belakang si A terlihat sesosok lelaki berkaos putih, mari kita sebut si C. Dan terjadilah percakapan antara si A dengan si C didepan pom charger di sebuah stasiun itu.

“Bu, tadi malem yang di mushola yaah?” tanya si C dengan samar-samar menyapa dengan sapaan Bu.
“hmmm……kenapa?” jawab si A, kerudung yang dipakainya lumayan tebal dan konsentrasinya sedang full smsan jadi tidak begitu mendengarnya.
“tadi malem yang di mushola itu kan? Mushola belakang kantor polisi itu loh yang di pojok jalan” ulang si C
“ehmm…..iyaa (sambil tersenyum renyah dan innocent)” jawab si A meskipun masih enggan menjawab.
“neng, tadi malem yang didepan stasiun ini kan yaah, yang jalan bolak balik tengah malem yah neng?” tanya si C lagi dan mengganti sapaan bu menjadi neng.
Si A masih sibuk dengan sms dan lagi lagi kerudungnya membuatnya susah mendengarnya ditambah lagi dengan keramaian stasiun.
“mmmm……kenapa, apah apah?” pinta  A untuk mengulang apa yang ditanyakan si C
“iya neng, neng tadi malem di depan stasiun disebelah pojok kanan kan yah neng, terus neng bolak balik kan yang lewat depan stasiun ini?” ulang si C
“oooh,….iyaaah” jawab si A sambil tersenyum tanpa peduli dan belum tertarik ngobrol dengannya.
“iya neng, saya tuh agak bingung neng, ini dua gadis ngapain tengah malem jalan bolak balik depan stasiun, emang kenapa neng?”  tanya si C lagi.

Dalam batin si A, ini orang  ngapain nanya mulu, mana lagi sibuk sms, gak tau lagi sibuk yaah, ini penting tau, sms ini adalah bekal yang penting buat pulang nanti, huuh nggak tau aja niih mas-masnya ngeganggu,mana nyebutin bolak balik depan stasiun lagi, males banget ngejelasinnya, tapi gak enak juga berjudes-judes ria. Kalau tadi beneran innocent dan gak peduli sekarang mencoba untuk bersikap ramah setelah tau ada orang yang memperhatikan yaitu  si mas-mas ini.
Si A masih sibuk dengan hapenya yang juga sedang dices sehingga kabelnya menjulur didepannya dan membuatnya harus duduk menyamping sehingga tepat berada menyeberang depan pas tempat si C duduk.
“emang ngapain neng tadi malem bolak-balik didepan stasiun?”
“hehe…..”tawaku innocent menyembunyikan malu.
“sebenernya kami berencana mau ngekos tapi gak beruntungnya kos kosannya keburu habis, yaa sudah kami jalan-jalan aja bolak-balik di depan stasiun, hehe” jawabku tak begitu jelas.
“ooh, kalau gitu neng asli sini atau gimana neng?”
“bukan mas, saya bukan asli sini, hehe” lagi-lagi senyumku tersipu malu lagak muka innocent.
“asli mana neng, kesini ngapain?”
“hehehehehe…….main aja” jawabku ingin sekali ketawa ngakak ngejawab interogasian si C ini.
Moodku agak berubah lumayan membaik setelah tak sengaja ngobrol dengan si C ini, kemudian aku condongkan badanku kearah depan, tepat sekali mengarah ke si B, lalu berdiskusi sebentar tentang apa yang hendak kita tuju sebagai destinasi terakhir di hari ini.

“mas, kalo dari sini mau ke universitas negeri ****** jauh gak yaah” aku mulai membuka percakapan yang sempat terhenti sejenak itu.
Si C berusaha tertarik dengan pertanyaanku dengan mengarahkan tubuhnya kedepan karena aku duduk dalam posisi menyamping dan lumayan agak jauh dari jangkauannya.
“ehm…..iya jauh, lumayan lah, nengnya mau pulang ke mana? Disini mau naik kereta yang jam berapa?” tanya si C.
“emm…..(sambil manggut-manggut), pulang ke *****, nanti jam tengah 2”
“ooh, berarti ini nunggu lagi yaah neng, waaah udah sedari tadi malem nunggu, ini disini nunggu lagi yaah neng, wah wah” si C heran.
“heheheh……” senyum sambil manggut-manggut dan pegang hape sibuk smsan.
Sejujurnya si A tidak terlalu ingin ngobrol, tapi sepertinya si C tertarik menginterogasi si A.
“oh neng kalo di tempat neng, ada yang namanya jalan pramuka kan yaah?” si C habis berusaha mengingat-ingat.
“hehehe……gak paham” keluar lagi muka polos bin innocentnya.
“ooh…..neng aslinya mana?” tanya si C
“ehm….Purbalingga”
“ooh di ****** tempat kuliahnya yaah?”
“hehehe iyaaah” pokoknya tetep menyibukkan diri dengan hape.
“kalo Purba itu artinya apa yaaah neng?”
Keramaian stasiun melonjak, membuatku tak bisa mendengar dengan jernih.
“hehehe juga gak paham mas” jawabku
“oooh” si C.
Dalam hati si A, mulai menyadari jikalau si C mungkin tertarik ngobrol dengannya.
“lhoh masnya mau kemana?” tanya si A
“saya mau ke bandung neng?”
“oooh” jawab si A datar sambil manggut-manggut lagi dan mulai ada rasa untuk tanya lagi.
“mas, kalau dari sini ke kebun binatang, jauh gak yaah?”
Salah satu rencana sebagai tempat destinasi di kota ini adalah kebun binatang dengan alasan si B belum pernah ke kebun binatang selama ini, padahal begitupun juga sama dengan si A.
“ehm….gak lah, paling 15 menit nyampe”
“iya mas” jawabku kaget dengan penuh ketertarikan melanjutkan obrolan.
Hape yang digenggamnya tak lagi dimainkan untuk smsan melainkan hanya digenggam saja.
“iyah” si C memastikan.
“kalo dari sini naik apa?”
“ooh, bisa naik bis kalo gak naik lin aja dari depan situ, pasti nyampe”
“bisnya lewat depan stasiun sini yaah, angkot juga”
“iya neng, kalo bis sama lin emang lewat depan stasiun ini neng” jawab si A.
Kulihat wajah si A mulai nanar menjawab pertanyaanku yang super duper kagak tau kota ini dan bisa dibilang katro bet.
“ooh, terus bisnya bis apa? Kalo angkotnya apa? Itu bisa langsung nyampe di kebun binatangnya persis?” dengan gesture tangan kiri pegang hape, dan kanannya, jari telunjuknya menunjuk nunjuk ke udara kosong tanpa arah, agak sedikit aneh memang.
“kalo bisnya, tunggu aja depan stasiun neng, terus nanti bisa langsung dianter di depan persis kebun binatang, kalo linnya itu lin ep nanti turun di terminal terus nyambung lagi tanya ke bapak sopirnya jurusan ke kebun binatang gitu,pasti tau kok” jelas si C dengan agak innocent juga plus kaget juga tiba-tiba mungkin si A menjadi tertarik ngobrol gini, kayak kesambet appaan gitu.
“ooh, gitu yaah, itu ngetemnya lama gak? Emang bisa naik bis atau lin itu nyampe 15 menit dari sini?”
“bisa lah neng kalo kagak macet”
“ooh, itu beneran 15 menit dari sini naik bis kalo gak lin itu, dari depan stasiun sini mas?” menggebu-gebu ditambah jari telunjuknya mengarah ke arah entah mana, sehingga membuat si C menirukannya.
“iyaah neng, 15 menit kalo gak macet, iyaah tinggal tunggu aja di depan stasiun persis ini” sambil menirukan jari telunjuknya ke arah ntah berantah.
Aku tersnyum menahan tawa begitupun si C juga ikut tersenyum. Dalam hati aku sedikit bangga ternyata ada yang mau menirukan gestur tanganku setelah teman dekatku. Kami tertawa, dan moodku semakin membaik.

“bentar mas, kalo aku nanti pulang kesini lagi nyampe gak yaah, nyukup gak yaah waktunya, aku kan mau naik kereta buat pulang nanti jam tengah 2 siang?”
“ooh iya yaah” pikir si C
Kami terhening sejenak.
“ooh begini aja neng, kalo gak jalan-jalan aja sekeliling sini neng, keliling stasiun neng, ke plaza, convention, museum”
“udaaah mas, udah tadi malem” gerutuku.
“oooh udah yaa neng, yaah itu si neng, kalo mau ke kebun binatang, kalo dari sekarang si masih bisa lah,cukup, sekarang juga masih pagi belum jam 8 neng, keburu kok, nanti gak lama kan disana? Ada siapa disana? Ada saudara yaa?”
Loading cukup lama, sambil smsan lagi, sudah dapet info, agak canggung lagi ngobrol sama orang tak dikenal si C ini.
“eehmmm saudara??? “ bingung, ini maksudnya mau ngelucu gak yak? Mikir dalam hati si A.
“enggak kok mas” hehe tertawa langsung mengarah ke hape lagi.
“ooh, kalo saya ada, hehe………….”
Suara si C mulai bersautan dengan keramaian stasiun sehingga tak bisa kucerna dengan baik, lagipula aku juga sedang smsan lagi juga tidak terlalu tertarik banget mendengarkannya, lagaknya dia sedang melucu.
“mas, tadi naik lin apa yaah?” memastikan ketidakjelasan tadi.
Logat daerah yang berbeda membuat si A agak kesulitan mencernanya.
“lin ep neng, lin ef” sahutnya. 
Dalam hati, ingin sekali diriku ini tertawa mendengarnya lin ep, f dibaca p, mungkin sudah terlalu lama di bandung jadi terbawa logat bandung, campur aduk dah. Tapi itu aku urungkan karena aku sedang keadaan genting, tinggal setengah hari di kota ini dan mau mengejar waktu ke kebun binatang.
“oh lin f” sambil manggut-manggut lagi.

Kemudian aku berunding dengan sahabatku si B, merundingkan ke kebun binatang, kuceritakan semuanya, naik lin f, bla bla bla, dan kami pun sepakat untuk pergi sekarang juga.
Mencabut kabel hape meskipun belum full charge nya, tapi itulah keadaannya yang penting bisa buat photo-photo nanti di kebun binatangnya. Tas gendong yang kutaroh didepan kursi dudukku , aku ambil, kugendong, tali sebelah kanan masih melambai tapi kubiarkan saja, karena cukup berat tasku ini.
“terimaakaasih yaa mas” kata itu memisah percakapan diantara kita.

Kami melangkah menjauh stasiun, di depan stasiun persis kami menunggu lin f tersebut dan beruntungnya tak sampai 3 menit, kami sudah mendapatkannya. Berkat informasi dari si C, kami bisa ke kebun binatang, dan berkatnya juga mood saya lumayan membaik, percakapan yang lucu, sangat menarik, dan sungguh tak disangka ternyata dia salah satu orang yang memperhatikan kami. Terimakasih untuk lelaki berkaos putih yang duduk dibangku belakang di sebuah ruang tunggu disalah satu stasiun kereta api di Jawa Timur.


Foto diambil pas setelah sampai di sebuah stasiun tersebut setelah menempuh perjalanan lebih dari 9 jam kurang dari 10 jam, dan terlihat beberapa orang yang melintas dengan bawaannya, tapi bukan saya di situ, mereka hanya orang lain yang tak sengaja ku ambil gambarnya, hehehe.









                                                                                                        

No comments:

Powered by Blogger.