A, B, dan C
Alkisah ada dua sahabat yang
mencoba refreshing lewat sebuah perjalanan dan mereka dengan bangga menyebutnya
ngegembel. Sebuah perjalanan lebih dari 9 jam tapi kurang dari 10 jam, bukan
singkat, bisa dibilang cukup melelahkan, malah sangat melelahkan mungkin. Mari
kita berkenalan dengan A sebagai sahabat pertama, dan B sebagai sahabat kedua.
Secara umum, si A mempunyai sifat tertutup, dia lebih bisa mengungkapkan apapun
hanya bersama orang-orang yang menurutnya nyaman, mungkin si B masuk dalam
kategori tersebut. Berbanding dengan si B, orangnya terbuka, pintar, suka
bermain logika, sementara si A suka bermain perasaan. Bisa diklasifikasikan si
A adalah Introvert dan si B adalah ekstrovert. Sebuah percakapan antara si A
yang tak sengaja bertemu dengan si C, hingga
percakapan ini tak kunjung bisa dilupakan begitu saja, terlanjur menjadi penghuni
tetap dalam memorinya.
Kala itu suasana pagi tak terasa berbeda di sebuah kota
lain, bahkan disebuah provinsi lain, menikmati perbedaan rasanya telah hilang
seketika saat badan pegal, capek, lungai karena tak bisa tidur semalaman. Baru
tersadar ketika kami memasuki sebuah stasiun, lalu mengisi form dan mengantri
setelah sebelumnya sempat bertanya seputar kereta api yang hendak kami tumpangi
kepada seorang lelaki berseragam biru pekat khas stasiun berlogat jawa medok.
Cukup lama kami mengantri mulai dari jalanan depan stasiun yang kosong sampai
dengan ramai penuh dengan penjual makanan. Tepat didepan loket, si B
menyerahkan form yang sudah diisi sedari tadi, memasukkan ke ruang kecil
kemudian sesegera diraih oleh petugas lalu dengan sigapnya mengecek di sebuah
layar, jari-jarinya menekan-nekan keyboard, kudapat bibirnya berkata dengan
nada datar
“tiketnya habis……bagaimana ibu
ada yang bisa saya bantu?” seru petugas loket tiket di sebuah stasiun.
Kami minggir
dari antrian seraya bermuka masam dan sedih tak karuan.
“habis, lalu
bagaimana kami bisa pulang?” tanya si B
Masih
menggendong tas-tas yang berat kami berdua segera menghampiri petugas berbaju
biru pekat, berharap lelaki berlogat medok itu mampu meredam kecemasan kami tak
bisa pulang dari tempat yang bisa dijangkau 9 jam lebih tapi kurang dari 10 jam
ini lewat kereta api. Bahkan kami sempat mengantri dua kali dengan hasil yang
sama yaitu tiket habis. Hari ini, pagi pertama dikota yang beru pertama kalinya
kami singgahi, ternyata kami harus sarapan pagi dengan menelan kekecewaan
jikalau perjalanan pulang kami sedikit bermasalah tak sesuai rencana meskipun
pada akhirnya kami bisa pulang. Tiketpun berhasil kami urus dengan membayar
hampir dua kali lipat dari perjalanan berangkat kami. Pukul 13.50 siang ini
kami berangkat pulang ke kota asal kami, dan sekarang pukul 07.30, perut masih
terasa kosong, kami bergegas keluar mencari udara segar diluar.
“yah, hape
lowbat…..hmmmm” gerutu si A
“aduh, sungguh
didalem penat banget, baru pagi gini udah penuh gitu yaa ampun” gerutu si B
Kami duduk
diserambi stasiun berjejeran, tak lama dari waktu kami duduk, seorang bapak
mengikuti kami berjejer di sebelah si A, kurang dari 5 menit, seorang bapak tak
sama juga mengikuti berjejer disebelahkami.
“ayook, kita ke
dalem lagi, ada yang ingin aku tanyakan ke petugas berbaju pekat itu, ayook”
ajak si A
“tanya apa
lagi, kan udah beres….sini aja laah” jawab si B
“ayoook,
kedalem lagi, cepetan ayook” ajak si A sambil terburu-buru jalan menuju pintu
depan stasiun.
Si B mengikut
si A, kemudian si A mulai berbisik
“dua bapak
disebelah kita itu agak mencurigakan, sadar gak?” bisik si A
Si B sambil
tersenyum “oh jadi itu alasannya, kita mau nunggu disebelah mana? Kalau masuk
situ kan harus pake tiket, sementara tiket kita kan masih nanti siang, gimana
kita bisa masuk sekarang?”
“udah gak papa,
kita tunggu disana aja, sambil duduk nonton tv, ahh gak papa, orang-orang juga
pada gak nyerahin tiketnya kok, mungkin masih pagi kali” jawab si A
Dua sahabat itu
beranjak menuju ruang tunggu dalam, dan sedikit bersesakan meskipun tidak
terlalu penuh.
“aha, itu ada
free charger, aku bisa ngeces hape disana” seru si A gembira akhirnya hape
lowbatnya bisa menemukan pom chargernya.
Menerobos orang
dengan tidak peduli, dan sekali lagi merasakan tidak seperti di kota lain.
Papan free charger masih kosong, hanya satu stop kontak yang dipakai, dan tanpa
pikir panjang, tanpa memperhatikan orang disekelilingnya, si A langsung
mengambil hapenya dan memasukkan kabel datanya yang kecil tipis diselipkan ke
dalam hape dan yang port USB 2 kedalam sumbernya lalu dicolokkan ke stop kontak. Kala
itu si A sedang sibuknya mencari informasi bagaimana cara kami pulang karena
kereta yang nantinya kami tumpangi tidak bakalan sampai di kota asal kami
secara langsung, tapi harus nyambung ditengah jalan. Alternatif satu-satunya
adalah dengan bis kota. Si A kebetulan memiliki beberapa teman yang tinggal pas
di kota yang akan kami singgahi sebagai pemberhentian terakhir dari kereta yang
akan kami tumpangi nanti.
Si B sudah duduk di kursi tunggu sambil menonton tv,
sementara si A masih berdiri didepan papan pom charger, tak bisa duduk karena
tepat didepan pom tersebut sudah ada orang yang duduk sedari tadi. Posisi
berdiri membuatnya lelah sambil mengetikkan sms dengan jari-jarinya lewat hape
yang sedang dices itu. Sebentar-sebentar ganti posisis berdiri tak lepas
mengirim sms ke teman-temannya meminta bantuan mengarahkannya perjalanan
pulang. Beruntungnya orang didepan si A tak tega melihatnya lelah berdiri dan
mempersilahkan duduk di tempat duduknya. Dari kursi di belakang si A terlihat sesosok
lelaki berkaos putih, mari kita sebut si C. Dan terjadilah percakapan antara si
A dengan si C didepan pom charger di sebuah stasiun itu.
“Bu, tadi malem
yang di mushola yaah?” tanya si C dengan samar-samar menyapa dengan sapaan Bu.
“hmmm……kenapa?”
jawab si A, kerudung yang dipakainya lumayan tebal dan konsentrasinya sedang
full smsan jadi tidak begitu mendengarnya.
“tadi malem
yang di mushola itu kan? Mushola belakang kantor polisi itu loh yang di pojok
jalan” ulang si C
“ehmm…..iyaa
(sambil tersenyum renyah dan innocent)” jawab si A meskipun masih enggan
menjawab.
“neng, tadi
malem yang didepan stasiun ini kan yaah, yang jalan bolak balik tengah malem
yah neng?” tanya si C lagi dan
mengganti sapaan bu menjadi neng.
Si A masih
sibuk dengan sms dan lagi lagi kerudungnya membuatnya susah mendengarnya
ditambah lagi dengan keramaian stasiun.
“mmmm……kenapa,
apah apah?” pinta A untuk mengulang apa
yang ditanyakan si C
“iya neng, neng
tadi malem di depan stasiun disebelah pojok kanan kan yah neng, terus neng
bolak balik kan yang lewat depan stasiun ini?” ulang si C
“oooh,….iyaaah”
jawab si A sambil tersenyum tanpa peduli dan belum tertarik ngobrol dengannya.
“iya neng, saya
tuh agak bingung neng, ini dua gadis ngapain tengah malem jalan bolak balik
depan stasiun, emang kenapa neng?” tanya
si C lagi.
Dalam batin si
A, ini orang ngapain nanya mulu, mana
lagi sibuk sms, gak tau lagi sibuk yaah, ini penting tau, sms ini adalah bekal
yang penting buat pulang nanti, huuh nggak tau aja niih mas-masnya
ngeganggu,mana nyebutin bolak balik depan stasiun lagi, males banget
ngejelasinnya, tapi gak enak juga berjudes-judes ria. Kalau tadi beneran
innocent dan gak peduli sekarang mencoba untuk bersikap ramah setelah tau ada
orang yang memperhatikan yaitu si
mas-mas ini.
Si A masih
sibuk dengan hapenya yang juga sedang dices sehingga kabelnya menjulur
didepannya dan membuatnya harus duduk menyamping sehingga tepat berada
menyeberang depan pas tempat si C duduk.
“emang ngapain
neng tadi malem bolak-balik didepan stasiun?”
“hehe…..”tawaku
innocent menyembunyikan malu.
“sebenernya
kami berencana mau ngekos tapi gak beruntungnya kos kosannya keburu habis, yaa
sudah kami jalan-jalan aja bolak-balik di depan stasiun, hehe” jawabku tak
begitu jelas.
“ooh, kalau
gitu neng asli sini atau gimana neng?”
“bukan mas,
saya bukan asli sini, hehe” lagi-lagi senyumku tersipu malu lagak muka
innocent.
“asli mana
neng, kesini ngapain?”
“hehehehehe…….main
aja” jawabku ingin sekali ketawa ngakak ngejawab interogasian si C ini.
Moodku agak
berubah lumayan membaik setelah tak sengaja ngobrol dengan si C ini, kemudian
aku condongkan badanku kearah depan, tepat sekali mengarah ke si B, lalu
berdiskusi sebentar tentang apa yang hendak kita tuju sebagai destinasi
terakhir di hari ini.
“mas, kalo dari
sini mau ke universitas negeri ****** jauh gak yaah” aku mulai membuka percakapan
yang sempat terhenti sejenak itu.
Si C berusaha
tertarik dengan pertanyaanku dengan mengarahkan tubuhnya kedepan karena aku
duduk dalam posisi menyamping dan lumayan agak jauh dari jangkauannya.
“ehm…..iya
jauh, lumayan lah, nengnya mau pulang ke mana? Disini mau naik kereta yang jam
berapa?” tanya si C.
“emm…..(sambil
manggut-manggut), pulang ke *****, nanti jam tengah 2”
“ooh, berarti
ini nunggu lagi yaah neng, waaah udah sedari tadi malem nunggu, ini disini
nunggu lagi yaah neng, wah wah” si C heran.
“heheheh……”
senyum sambil manggut-manggut dan pegang hape sibuk smsan.
Sejujurnya si A
tidak terlalu ingin ngobrol, tapi sepertinya si C tertarik menginterogasi si A.
“oh neng kalo
di tempat neng, ada yang namanya jalan pramuka kan yaah?” si C habis berusaha
mengingat-ingat.
“hehehe……gak
paham” keluar lagi muka polos bin innocentnya.
“ooh…..neng
aslinya mana?” tanya si C
“ehm….Purbalingga”
“ooh di ******
tempat kuliahnya yaah?”
“hehehe iyaaah”
pokoknya tetep menyibukkan diri dengan hape.
“kalo Purba itu
artinya apa yaaah neng?”
Keramaian
stasiun melonjak, membuatku tak bisa mendengar dengan jernih.
“hehehe juga
gak paham mas” jawabku
“oooh” si C.
Dalam hati si
A, mulai menyadari jikalau si C mungkin tertarik
ngobrol dengannya.
“lhoh masnya
mau kemana?” tanya si A
“saya mau ke
bandung neng?”
“oooh” jawab si
A datar sambil manggut-manggut lagi dan mulai ada rasa untuk tanya lagi.
“mas, kalau
dari sini ke kebun binatang, jauh gak yaah?”
Salah satu
rencana sebagai tempat destinasi di kota ini adalah kebun binatang dengan
alasan si B belum pernah ke kebun binatang selama ini, padahal begitupun juga
sama dengan si A.
“ehm….gak lah,
paling 15 menit nyampe”
“iya mas”
jawabku kaget dengan penuh ketertarikan melanjutkan obrolan.
Hape yang
digenggamnya tak lagi dimainkan untuk smsan melainkan hanya digenggam saja.
“iyah” si C
memastikan.
“kalo dari sini
naik apa?”
“ooh, bisa naik
bis kalo gak naik lin aja dari depan situ, pasti nyampe”
“bisnya lewat
depan stasiun sini yaah, angkot juga”
“iya neng, kalo
bis sama lin emang lewat depan stasiun ini neng” jawab si A.
Kulihat wajah
si A mulai nanar menjawab pertanyaanku yang super duper kagak tau kota ini dan
bisa dibilang katro bet.
“ooh, terus
bisnya bis apa? Kalo angkotnya apa? Itu bisa langsung nyampe di kebun
binatangnya persis?” dengan gesture tangan kiri pegang hape, dan kanannya, jari
telunjuknya menunjuk nunjuk ke udara kosong tanpa arah, agak sedikit aneh memang.
“kalo bisnya,
tunggu aja depan stasiun neng, terus nanti bisa langsung dianter di depan
persis kebun binatang, kalo linnya itu lin ep nanti turun di terminal terus
nyambung lagi tanya ke bapak sopirnya jurusan ke kebun binatang gitu,pasti tau
kok” jelas si C dengan agak innocent juga plus kaget juga tiba-tiba mungkin si
A menjadi tertarik ngobrol gini, kayak kesambet appaan gitu.
“ooh, gitu
yaah, itu ngetemnya lama gak? Emang bisa naik bis atau lin itu nyampe 15 menit
dari sini?”
“bisa lah neng
kalo kagak macet”
“ooh, itu
beneran 15 menit dari sini naik bis kalo gak lin itu, dari depan stasiun sini
mas?” menggebu-gebu ditambah jari telunjuknya mengarah ke arah entah mana,
sehingga membuat si C menirukannya.
“iyaah neng, 15
menit kalo gak macet, iyaah tinggal tunggu aja di depan stasiun persis ini”
sambil menirukan jari telunjuknya ke arah ntah berantah.
Aku tersnyum
menahan tawa begitupun si C juga ikut tersenyum. Dalam hati aku sedikit bangga
ternyata ada yang mau menirukan gestur tanganku setelah teman dekatku. Kami
tertawa, dan moodku semakin membaik.
“bentar mas,
kalo aku nanti pulang kesini lagi nyampe gak yaah, nyukup gak yaah waktunya,
aku kan mau naik kereta buat pulang nanti jam tengah 2 siang?”
“ooh iya yaah”
pikir si C
Kami terhening
sejenak.
“ooh begini aja
neng, kalo gak jalan-jalan aja sekeliling sini neng, keliling stasiun neng, ke
plaza, convention, museum”
“udaaah mas,
udah tadi malem” gerutuku.
“oooh udah yaa
neng, yaah itu si neng, kalo mau ke kebun binatang, kalo dari sekarang si masih
bisa lah,cukup, sekarang juga masih pagi belum jam 8 neng, keburu kok, nanti
gak lama kan disana? Ada siapa disana? Ada saudara yaa?”
Loading cukup
lama, sambil smsan lagi, sudah
dapet info, agak canggung lagi ngobrol sama orang tak dikenal si C ini.
“eehmmm
saudara??? “ bingung, ini maksudnya mau ngelucu gak yak? Mikir dalam hati si A.
“enggak kok
mas” hehe tertawa langsung mengarah ke hape lagi.
“ooh, kalo saya
ada, hehe………….”
Suara si C
mulai bersautan dengan keramaian stasiun sehingga tak bisa kucerna dengan baik,
lagipula aku juga sedang smsan lagi juga tidak terlalu tertarik banget
mendengarkannya, lagaknya dia sedang melucu.
“mas, tadi naik
lin apa yaah?” memastikan ketidakjelasan tadi.
Logat daerah
yang berbeda membuat si A agak kesulitan mencernanya.
“lin ep neng,
lin ef” sahutnya.
Dalam hati,
ingin sekali diriku ini tertawa mendengarnya lin ep, f dibaca p, mungkin sudah
terlalu lama di bandung jadi terbawa logat bandung, campur aduk dah. Tapi itu
aku urungkan karena aku sedang keadaan genting, tinggal setengah hari di kota
ini dan mau mengejar waktu ke kebun binatang.
“oh lin f”
sambil manggut-manggut lagi.
Kemudian aku
berunding dengan sahabatku si B, merundingkan ke kebun binatang, kuceritakan
semuanya, naik lin f, bla bla bla, dan kami pun sepakat untuk pergi sekarang
juga.
Mencabut kabel
hape meskipun belum full charge nya, tapi itulah keadaannya yang penting bisa
buat photo-photo nanti di kebun binatangnya. Tas gendong yang kutaroh didepan
kursi dudukku , aku ambil, kugendong, tali sebelah kanan masih melambai tapi
kubiarkan saja, karena cukup berat tasku ini.
“terimaakaasih
yaa mas” kata itu memisah percakapan diantara kita.
Kami melangkah
menjauh stasiun, di depan stasiun persis kami menunggu lin f tersebut dan
beruntungnya tak sampai 3 menit, kami sudah mendapatkannya. Berkat informasi
dari si C, kami bisa ke kebun binatang, dan berkatnya juga mood saya lumayan
membaik, percakapan yang lucu, sangat menarik, dan sungguh tak disangka
ternyata dia salah satu orang yang memperhatikan kami. Terimakasih untuk lelaki
berkaos putih yang duduk dibangku belakang di sebuah ruang tunggu disalah satu
stasiun kereta api di Jawa Timur.
Foto diambil pas setelah sampai di sebuah stasiun tersebut setelah menempuh perjalanan lebih dari 9 jam kurang dari 10 jam, dan terlihat beberapa orang yang melintas dengan bawaannya, tapi bukan saya di situ, mereka hanya orang lain yang tak sengaja ku ambil gambarnya, hehehe.
No comments: