Sirine

Monday, December 15, 2014




Sudah kututup telingaku. Suara sirine itu terus meraung-raung, menghantui diriku ini.
Setelah memarkir sepeda bututku itu, aku berjalan memutari alun-alun. Berharap, suara sirine itu hilang dari lubang pendengaranku.
Tapi gagal. Suara itu bertambah begitu kencang. Sangat kencang. Bising.
Rasanya bising sekali hati ini. Berdegup begitu kencang begitu aku melihatnya. Sosok yang hampir tak pernah alpa dalam mimpiku. Rambut panjangnya digerai, sebahu. Dia semakin dekat.
“Hei.” Sapanya sembari tersenyum.
Sepertinya sirine itu sudah aus. Sirine itu membisingkan detak jantungku. Sementara jantungku oleng karenanya.
“Hei.” Jawabku begitu pelan. Sirine itu diam sejenak. Diam lagi. Sirine itu mati.
Hei, dia berjalan digandeng lelaki bersepatu converse, mamakai ransel kidrock, juga bercelana jins denim.
Kuputari alun-alun sekali lagi. Mungkin sirine itu masih bisa berbunyi lagi. Aku pun mengambil sepadaku, dan mulai mengayuhnya begitu pelan, sangat cepat, begitu pelan, sangat cepat dan begitu pelannya. Sangat pelan. Hingga tak bisa kugerakkan.
Mobil ambulance didepanku. Aku menabrak-nabrak mobil ambulance yang sedang berhenti. Tanpa sadar, aku pungut sirine itu. Aku punya sirine lagi. Hahaha. Tak satu orang pun kubiarkan mendengarkan sirine ini. Tak satu pun.

No comments:

Powered by Blogger.